Selasa, 22 Januari 2013

PENGEMBANGAN PRODUK

2.1 Pendahuluan
            Kegiatan merancang dan mengembangkan produk, baik yang merupakan jasa maupun barang, tidak terlepas dari konsep pemasaran yang bertujuan memenuhi kebutuhanyang memuaskan pelanggan. Kepuasan pelanggan bisa dipenuhi dengan mengidentifikasi perilaku konsumen terhadap suatu produk. Perilaku konsumen terhadap suatu produk dapat diteksi dengan menarik kebutuhan pasar (market pull), menekan penetrasi pasar dengan teknologi baru (technology push), dan modifikasi produk potensial untuk ditawarkan untuk ditawarkan kepada pasar (platform product).
            Market pull berarti bahwa produsen harus membuat hanya apa yang dapat dijual saja. Dalam hal ini produk baru ditentukan oleh keinginan dan kebutuhan konsumen (pasar) dan sedikit penekanan pada ketersediaan teknologi dan proses operasi.
            Technology push berati bahwa produsen harus menjual apa yang dapat dibuat oleh mereka. Dalam hal ini produk baru ditentukan berdasarkan teknologi produksi dengan sedikit penekanan terhadap apakah produk tersebut layak dijual atau tidak. Hal ini dibutuhkan penciptaan pasar untuk menjual produk tersebut.
            Diantar kedua pendekatan diatas kita dapat mengambil jalan tengah diman produk tersebut selain harus memenuhi keinginan konsumen  (market pull) juga dapat diproduksi sesuai dengan teknologi yang dimiliki produsen. Dengan demikian maka pemenuhan kebutuhan pelanggan dan penggunaan teknologi dapat memberikan keuntungan yang optimal. Pendekatan ini disebut platform Product.

2.2 Konsep Dasar Pemasaran
Dalam persaingan sempurna, sistem industri mengembangkan berbagai strategi dasar dalam merancang produk dan memasarkannya. Dalam bagian ini, kita akan membahas strategi-strategi dasar dari sudut pandang pemasaran produk, sedangkan strategi-strategi dasar dalam perancangan produk akan dijelaskan pada bagian berikutnya.
Dalam merancang strategi produk dan pemasarannya, perlu ditentukan dahulu target dari produk tersebut. Target dari produk merupakan segmen pasar (konsumen) yang ingin dipenuhi kebutuhannya. Kebutuhan dari konsumen tersebut tergantung dari kelas sosial, keluarga, pekerjaan, gaya hidup, usia dan tahapan siklus hidup, serta keadaan ekonomi. Semua hal tersebut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pembeli.
Kelas Sosial. Sebenarnya semua masyarakat manusia menampilkan lapisan-lapisan sosial. Lapisan sosial ini kadang-kadang berupa sebuah sistem kasta di mana anggota kasta yang berbeda menyandang peran tertentu dan mereka tak dapat mengubah keanggotaan kastanya. Malah lebih sering lapisan sosial itu berbentuk kelas sosial. Kotler, seorang pakar pemasaran, mendefinisikan kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam sebuah masyarakat, tersusun dalam sebuah urutan yang berjenjang, dan para anggota dalam setiap jenjang itu memiliki nilai, minat dan tingkah laku yang sama.
Kelas sosial menunjukkan perbedaan pilihan produk dan merek dalam suatu bidang tertentu, seperti pakaian, perabot rumah tangga, aktivitas waktu senggang, dan mobil. Beberapa pemasar memusatkan usahanya pada kelas sosial tertentu. Restoran McDonald, memusatkan usahanya pada pelanggan kelas menengah ke atas, sementara Dundee Fried Chicken memusatkan usahanya pada konsumen kelas bawah. Bahkan dalam sebuah kategori media, kelas sosial pun juga berbeda dalam hal pilihannya. Konsumen dari kelas sosial atas menyukai berita dan dialog aktual, sedangkan kelas sosial bawah menyukai pertunjukan seri telenovela. Juga terdapat perbedaan bahasa di antara kelas sosial. Para perencana iklan dan pendesain produk harus membuat perbedaan untuk desain produk dan cara pengiklanan yang sesuai dengan setiap sasaran kelas sosial.
Keluarga. Anggota keluarga dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap perilaku pembelian. Pengaruh yang lebih langsung atas perilaku membeli sehari-hari adalah komponen keluarga, yaitu pasangan suami-istri beserta anak-anaknya. Keluarga adalah organisasi konsumen pembeli yang terpenting dalam masyarakat dan telah diteliti secara luas. Para pemasar tertarik pada peran dan pengaruh relatif dari suami, istri, dan anak-anak mereka dalam pembelian sejumlah besar produk dan jasa.
Keterlibatan suami istri berbeda-beda sesuai dengan jenis produk yang ditawarkan. Istri secara tradisional sudah menjadi agen pembeli utama bagi keluarganya, khususnya dalam pembelian produk makanan, berbagai macam keperluan rumah tangga, dan pakaian. Kondisi ini sekarang sedang berubah sehubungan dengan meningkatnya jumlah ibu rumah tangga yang bekerja di luar sebagai wanita karir dan karena keinginan para suami untuk berperan lebih banyak dalam pembelian produk untuk keperluan keluarga. Pemasar produk kebutuhan bahan pokok bisa saja membuat kesalahan, di mana mereka tetap berpikir bahwa wanitalah yang menjadi pembeli utama.
Dalam hal produk dan jasa, yang harganya mahal, pihak suami dan isteri akan secara bersama-sama membuat keputusan. Para pemasar memerlukan informasi untuk menentukan anggota keluarga manakah yang umumnya mempunyai pengaruh lebih besar dalam hal pembelian produk atau jasa tertentu. Apakah suami yang lebih menentukan, atau isterinya, atau keduanya sama-sama berpengaruh. Produk dan jasa asuransi jiwa, mobil dan televisi lebih banyak ditentukan oleh suami, produk mesin pencuci, permadani, perabot bukan kamar tamu, dan peralatan dapur lebih banyak ditentukan oleh istri, sedangkan produk perabot kamar tamu, acara hari libur, rumah dan hiburan di luar rumah akan ditentukan oleh suami-istri secara bersama-sama.
Pekerjaan. Pola konsumsi seseorang juga dipengaruhi oleh pekerjaannya. Seorang pekerja kasar akan membeli pakaian kerja, sepatu kerja, kotak makanan, dan berekreasi dengan naik angkutan umum. Seorang presiden perusahaan akan membeli pakaian sutra mahal bermerek, bepergian dengan pesawat terbang, membeli kapal pesiar dan menjadi anggota perkumpulan sosial elite. Para pemasar mencoba mengidentifikasi kelompok-kelompok pekerjaan atau jabatan yang memiliki kecenderungan terhadap produk dan jasa mereka.
Gaya Hidup. Gaya hidup seseorang adalah pola hidup seseorang dalam kehidupan sehari-hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan pendapat (opini) mereka. Orang yang berasal dari kelas sosial dengan pekerjaan yang sama pun mungkin memiliki gaya hidup yang berbeda. Arman, misalnya, dapat memilih hidup dengan gaya “serasi dengan lingkungan”, yang tercermin dalam kebiasaannya mengenakan pakaian konservatif, menghabiskan sebagian besar waktu bersama dengan keluarga, dan aktif dalam kegiatan diskusi. Mungkin pula dia dapat memilih gaya hidup “orang berprestasi” yang ditandai dengan kebiasaan bekerja keras sekaligus menikmati waktu santai dengan bermain dalam acara rekreasi dan olahraga.
Keadaan Ekonomi. Keadaan ekonomi seseorang akan besar pengaruhnya terhadap pilihan produk. Keadaan ekonomi seseorang terdiri dari pendapatan yang dapat dibelanjakan (tingkatannya, kestabilannya, dan pola pendapatannya terhadap waktu), tabungan dan kekayaan, kemampuan meminjam dan sikapnya terhadap pembelanjaan pendapatannya dibandingkan pendapatan yang ditabung. Para pemasar produk yang banyak tergantung pada pendapatan perlu memperhatikan terus menerus kecenderungan dalam pendapatan pribadi, tabungan dan suku bunga piutang. Jika indikator ekonomi menunjukkan resesi, para pemasar dapat mengambil langkah-langkah untuk merancang kembali, menentukan kembali ciri-ciri yang menonjol dan menetapkan kembali harga produk mereka sehingga mereka tetap mampu menarik para pelanggan.
Usia dan tahap siklus hidup mempengaruhi perubahan perilaku pembelian seseorang akan suatu barang dan jasa selama hidupnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian tersebut akan diantisipasi oleh pelaku industri dengan strategi pemasaran yang berbeda-beda, tergantung segmen pasar yang akan dibidik. Strategi pemasaran tersebut berusaha memanfaatkan perilaku pembelian dari konsumen secara optimal.
Selain mencoba memanfaatkan perilaku pembelian konsumen, perusahaan-perusahaan juga melakukan suatu inteligen bisnis terhadap perusahaan pesaingnya. Kegiatan ini biasa disebut dengan benchmarking. Benchmarking dimaksudkan sebagai kegiatan sebuah perusahaan yang “menandai” perusahaan lain yang dianggap sebagai pesaing terberat, kemudian berusaha “menduga” posisi perusahaan tersebut berada pada tingkatan yang bagaimana. Konsep benchmarking sendiri sering disalahartikan. Banyak yang menganggapnya sebagai sesuatu yang ilegal, tidak bermoral, tidak etis, penjiplakan, atau spionase industri. Konsep yang salah ini menganggap bahwa salah satu pihak memperoleh keuntungan dari pesaing yang tidak menaruh curiga dengan cara sembunyi-sembunyi meniru produk atau proses yang dilakukan pesaingnya. Kenyataan yang ada tidaklah demikian. Benchmarking melibatkan dua organisasi yang sebelumnya telah sepakat untuk membagi informasi mengenai proses atau operasinya. Kedua organisasi tersebut memperoleh keuntungan dari pertukaran informasi yang dilakukan. Masing-masing pihak bebas untuk tidak memberikan informasi yang dianggap rahasia. Lagipula keduanya tidak harus merupakan pesaing.
Tujuan utama benchmarking adalah untuk menemukan kunci atau rahasia sukses dan kemudian mengadaptasi dan memperbaikinya untuk diterapkan pada perusahaan yang melaksanakan benchmarking tersebut. Dari definisi tersebut juga diketahui bahwa benchmarking merupakan pekerjaan yang sangat berat, baik secara ‘fisik’ maupun ‘mental’. Dikatakan secara fisik karena dibutuhkan kesiapan sumber daya manusia dan teknologi yang memadai untuk melakukan benchmarking secara akurat. Sedangkan secara mental adalah bahwa pihak manajemen perusahaan yang melakukan benchmarking harus bersiap diri bila setelah dibandingkan dengan pesaing ternyata mereka menemukan kesenjangan yang cukup tinggi. Pada titik inilah kemudian terbuka kemungkinan terjadinya merger atau akuisisi. Jadi dengan demikian akan dapat memberikan dampak yang positif dan saling menguntungkan.
Benchmarking dilakukan terhadap produk apa yang sedang dikembangkan pesaing, bagaimana cara pesaing mengembangkannya, dan strategi pemasaran apa yang direncanakan pesaing untuk membuat perusahaan tetap dapat mempertahankan positioning perusahaan tersebut.

2.3 Strategi Pemasaran dan Desain Pengembangan Produk
Strategi pemasaran tidak dapat dipisahkan dengan pengembangan produk karena keduanya berhubungan sangat erat. Bagian ini akan membahas strategi produk di masa normal maupun krisis.

2.3.1 Strategi Produk dan Pemasaran di Masa Krisis
Strategi dari suatu desain produk dan pengembangannya dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro. Dalam kondisi ekonomi makro yang normal, di mana tingkat inflasi bergerak dengan normal, strategi desain produk dan pengembangan produk akan mengikuti konsep siklus hidup produk. Dalam kondisi inflasi yang tinggi, di mana pendapatan dan daya beli konsumen menurun, pola dan perilaku konsumen akan berubah. Perubahan pola dan perilaku konsumen tersebut antara lain :
1.      Konsumen menunda pembelian barang maupun penggunaan jasa yang mewah atau mahal. Mereka menunda pembelian mobil, lemari es dan barang-barang tahan lama lainnya. Mereka berlibur di tempat dan jenis hiburan yang lebih murah, atau bahkan membatalkannya dan lebih suka menyimpan uangnya pada tabungan yang berbunga tinggi.
2.      Konsumen menjadi lebih lama dan teliti (krisis) dalam membanding-bandingkan harga produk tertentu. Hal ini lambat laun membuat konsumen berpindah ke toko (pemberi jasa) yang lebih murah. Selain itu, periode diskon ataupun kupon untuk potongan harga dapat menarik minat konsumen untuk membeli.
3.      Konsumen mengalihkan produk atau merek kegemarannya ke produk atau merek yang secukupnya saja. Sedangkan untuk produk-produk yang tidak begitu penting bagi kebutuhan sehari-hari, mereka tidak melihat merek lagi asalkan fungsinya sama. Pasaran barang bekas dan penjualan obral mulai ramai lagi. Contohnya, sekarang banyak bermunculan toko dan bursa barang bekas seperti Sabora, Memo maupun Jawa Pos.
4.      Dalam rangka penghematan, konsumen mulai mengerjakan sendiri kegiatan-kegiatan yang sebelumnya tidak pernah atau jarang mereka lakukan, seperti mengecat rumah, menjahit pakaian, menanam tanaman, memperbaiki pagar dan sebagainya.
Sejumlah tindakan penyesuaian diri akan dilakukan oleh produsen sebagai akibat tingginya biaya bahan baku, bahan bakar, tenaga kerja, maupun biaya pemeliharaan. Beberapa strategi yang dapat dilakukan adalah menunda rencana penanaman modal, penyusutan jumlah produk yang telah didiversifikasi, dan melakukan penekanan biaya. Penekanan biaya ini antara lain dilakukan dengan mengaplikasikan rekayasa nilai dalam pembuatan produk tersebut.
Diversifikasi produk merupakan upaya membuat produk jenis baru berdasarkan produk yang sudah ada. Penyusutan jumlah jenis produk telah dilakukan perusahaan minyak Sun Oil ketika Amerika mengalami resesi tahun 1970-an. Sun Oil mengurangi jenis produk minyak pelumasnya dari 1.000 menjadi 200, dan minyak gearnya dari 225 menjadi 29. Hasil dari penyusutan jenis produk tersebut telah menaikkan produktivitas sebesar 20-30 persen. Penekanan biaya masing-masing produk juga merupakan strategi lain yang cukup penting.
Pada hakikatnya, dalam kondisi krisis setiap perusahaan perlu mencari cara-cara untuk menekan biaya masing-masing produk. Di sini ada beberapa pilihan :
1.      Mengurangi volumen atau ukuran produk dan bukannya menaikkan harga. Fenomena ini biasanya kita temukan pada ukuran krupuk “uyel”, di mana ukurannya menjadi semakin kecil, walau harganya tetap, ketika harga bahan baku naik.
2.      Mengganti bagan atau isi dengan yang lebih murah. Misalnya banyak perusahaan permen coklat mengganti coklat aslinya dengan coklat sintetis. Pabrik mobil mengganti logam dengan plastik untuk bagian-bagian yang tidak terlalu berbahaya.
3.      Mengurangi ciri-ciri khas produk agar biaya dapat ditekan. Perusahaan pengecer terbesar di Amerika, Sears, mengatur sejumlah barangnya sedemikian rupa sehingga harganya bisa bersaing dengan toko-toko yang biasa menjual dengan potongan harga.
4.      Mengurangi jasa pelayanan, seperti jasa instalasi, penghantaran barang atau jaminan garansi jangka panjang.
5.      Menggunakan bahan kemasan yang lebih murah atau memperkenalkan paket dengan kemasan yang lebih besar sehingga jumlah kemasan per unit produk bisa berkurang.
6.      Mengurangi jumlah ukuran dan model produk.
7.      Menambah merek yang lebih ekonomis. Sebagai contoh, Jewel Food Stores di Amerika menambahkan 170 produk tanpa merek khusus, yang dijual dengan harga 10 sampai 30 persen lebih murah daripada merek yang dipasarkan selama ini.
Tidak ada cara atau strategi terbaik dan yang selalu berlaku. Misalnya, Quaker Qatz memasarkan makanan sereal untuk sarapan pagi dengan nama Quaker Qatz Natural. Jenis produk ini dipasarkan dengan berhasil dan produknya sendiri mengandung berbagai isi seperti buah amandel dan kismis. Pada masa inflasi tinggi, perusahaan melihat adanya dua pilihan, yaitu menaikkan harga atau menekan biaya dengan mengurangi buah amandel dan kismis di dalamnya, atau mencari bahan pengganti yang lebih murah. Pada awalnya mereka memilih untuk menaikkan harga. Akan tetapi tingkat elastisitas harga sangat tinggi sehingga jumlah penjualan merosot tajam. Hal ini memaksa perusahaan untuk mempertimbangkan pilihan kedua, yaitu : menekan biaya dengan cara mengurangi isi. Tindakan ini sudah disadari sebelumnya akan membawa resiko yang sangat besar.

2.3.2 Strategi Produk dan Pemasaran di Masa Normal
Strategi desain produk di masa normal mengikuti konsep siklus hidup produk. Penjualan potensial dan kemampuan produk untuk menghasilkan keuntungan akan selalu berubah sepanjang waktu. Siklus hidup produk ini perlu dibahas sebagai usaha untuk mengenali tahap-tahap khusus tertentu selama riwayat penjualan suatu produk. Dalam tahap-tahap tersebut terkandung peluang dan juga persoalan khusus sehubungan dengan strategi pemasaran serta keuntungan yang diharapkan. Oleh sebab itu, dengan mengenal tahap di mana produk sedang berada, atau ke mana produk sedang mengarah, perusahaan dapat menentukan rencana pemasaran yang lebih baik dan lebih sesuai.
Bila dikatakan bahwa produk mempunyai suatu siklus hidup, maka hal ini sama dengan menyatakan empat hal, yaitu :
1.      Setiap produk mempunyai batas umur.
2.      Penjualan produk melewati tahap-tahap yang jelas dan setiap tahap memberi tantangan yang berbeda kepada si penjual.
3.      Keuntungan yang diperoleh dari penjualan akan meningkat dan menurun pada tahap yang berbeda dalam siklus hidup produknya.
4.      Produk menuntut strategi yang berbeda dalam hal pemasaran, keuangan, produksi, personalia, maupun pembelian pada setiap tahap dalam daur hidup produknya.

2.3.3 Tahap-Tahap Pokok dalam Siklus Hidup Produk
Kebanyakan pembahasan mengenai siklus hidup produk (SHP) selalu menggambarkan riwayat penjualan dengan kurva yang berbentuk seperti terlihat dalam Gambar 2.1. Kurva ini digambarkan memiliki empat tahapan utama yang biasa disebut dengan tahap perkenalan, pertumbuhan, kedewasaan dan kemunduran.
1.      Perkenalan (introduction) : pertumbuhan penjualan lambat karena produk baru saja diperkenalkan kepada konsumen sedangkan biaya sangat tinggi sehingga produk tidak menghasilkan keuntungan sama sekali.
2.      Pertumbuhan (growth) : pasar dengan cepat menerima produk baru sehingga penjualan melonjak dan menghasilkan keuntungan yang besar.
3.      Kedewasaan (maturity) : periode di mana pertumbuhan penjualan mulai menurun karena produk sudah bisa diterima oleh sebagian besar potensial. Jumlah keuntungan mantap, stabil atau menurun karena meningkatnya biaya pemasaran untuk melawan para pesaing.
4.      Kemunduran (decline) : dalam periode ini penjualan menurun dengan tajam diikuti dengan menyusutnya keuntungan.



4
 
Text Box: Penjualan
3
 
5
 
2
 
1
 


Waktu
Gambar 2.1 Siklus Hidup Produk
Keterangan : (1) = perkenalan, (2) = pertumbuhan, (3) = kedewasaan, (4) = kemunduran

2.3.3.1 Tahap Perkenalan
Tahap perkenalan dimulai saat produk baru didistribusikan untuk pertama kali sehingga sudah tersedia di pasar untuk dibeli masyarakat. Dibutuhkan waktu yang lama untuk mengisi kembali dan mendorongnya pada berbagai pasar. Bisa dimengerti bila penjualan umumnya tumbuh secara perlahan. Laju pertumbuhan produk itu rendah karena tertundanya perluasan kapasitas produksi, adanya masalah-masalah teknis, terlambatnya distribusi produk di tingkat pengecer akhir, keengganan konsumen untuk mengubah kebiasaan yang sudah mapan, dan seterusnya. Pada produk baru yang mahal harganya, laju pertumbuhan juga terhambat oleh sedikitnya konsumen yang mampu membeli.
Jumlah keuntungan yang diperoleh selama tahap ini sangat sedikit atau bahkan merugi akibat rendahnya hasil penjualan yang disertai dengan tingginya biaya distribusi dan promosi. Dana dalam jumlah besar diperlukan untuk menarik para distributor dan mengisi jalur distribusi.
Jumlah pesaing masih sedikit dan produk masih versi dasar karena pasar belum membutuhkan penyempurnaan produk. Perusahaan memusatkan usaha penjualan pada calon pembeli yang paling siap untuk membeli, yaitu mereka yang berpenghasilan tinggi karena harga jual cenderung tinggi. Harga jual yang cenderung tinggi pada tahap ini dikarenakan biaya produksi yang tinggi karena skala produksi yang masih rendah, persoalan teknologi dalam proses produksi yang belum sempurna, serta pengambilan marjin laba yang cukup tinggi untuk menutup biaya promosi.
2.3.3.2 Tahap Pertumbuhan
Melonjaknya hasil penjualan merupakan tanda berlangsungnya tahap pertumbuhan. Kelompok pengguna awal yang merupakan pelopor, yang merasa puas dengan produk baru itu, secara tidak langsung melakukan promosi dari mulut ke mulut sehingga kemudian diikuti oleh mayoritas konsumen. Peluang keuntungan dan produksi massal telah memikat banyak pesaing baru (pengikut pasar) untuk ikut terjun ke pasar. Bertambahnya pesaing akan mendorong meluasnya saluran distribusi. Hal ini harus diikuti juga dengan membanjirnya produk untuk mengisi saluran distribusi tadi.
Harga akan tetap stabil atau turun sedikit selama masih sama dengan laju kenaikan permintaan. Perusahaan-perusahaan mempertahankan anggaran promosinya pada taraf yang sama atau naik sedikit untuk menghadapi persaingan dan memberi penyuluhan kepada pasar. Penjualan naik dengan pesat dan dengan demikian akan menurunkan rasio promosi dengan penjualan.
Pada tahap ini jumlah keuntungan ikut membubung tinggi yang disebabkan oleh biaya promosi yang dibebankan pada volume yang jauh lebih besar dan oleh lebih banyak penurunan biaya poroduk per unit dibandingkan penurunan harga jual. Hal ini disebabkan adanya dampak kurva pembelajaran (learning curve).

2.3.3.3 Tahap Kedewasaan
Pada tahap ini, tingkat pertumbuhan penjualan produk mulai menurun dan produk ini mulai memasuki kedewasaan relatif. Tahap ini biasanya berlangsung lebih lama dibandingkan tahap-tahap sebelumnya serta menghadapi tantangan berat dalam manajemen pemasarannya.
Ada tiga taraf dalam tahap kedewasaan ini. Pada taraf pertama, kedewasaan pertumbuhan (growth maturity) yang dicirikan dengan tingkat pertumbuhan penjualan yang mulai berkurang karena distribusi yang telah stabil. Tidak ada lagi saluran distribusi baru yang bisa ditambah, walaupun beberapa pembeli yang termasuk kelompok pengekor masuk ke pasar. Dalam taraf kedua, kedewasaan mantap (stable maturity) yang dicirikan dengan penjualan per kapita menjadi datar karena kejenuhan pasar. Sebagian besar konsumen potensial telah mencoba produk dan penjualan yang akan datang tergantung pada pertambahan penduduk dan permintaan penggantian baru. Pada taraf kedewasaan usang (decaying maturity), nilai penjualan mutlak mulai jatuh dan konsumen mulai bergerak ke produk lain atau produk substitusi.
Menurunnya tingkat pertumbuhan penjualan mengakibatkan kelebihan dalam kapasitas industri yang selanjutnya akan menyebabkan persaingan menjadi sangat ketat dan intensif. Para pesaing akan lebih sering menurunkan harga atau obral. Mereka meningkatkan iklan dan berbagai cara untuk memikat calon pembeli atau penyalur. Anggaran penelitian dan pengembangan ditambah agar bisa menemukan versi baru dari produk yang lebih sempurna. Segala langkah ini akan mengakibatkan merosotnya jumlah keuntungan. Beberapa pesaing yang lemah mulai mengundurkan diri dari arena dan akhirnya secara berangsur-angsur industri hanya akan terdiri dari perusahaan-perusahaan yang mapan dan yang tujuan pokoknya adalah memenangkan posisi keunggulan bersaing (competitive advantage). Fase ini merupakan fase terakhir untuk mulai memperkenalkan produk baru. Oleh karena itu, pengembangan produk baru harus dimulai selambat-lambatnya pada fase pertama dari tahap kedewasaan.

2.3.3.4 Tahap Kemunduran
Pada tahap ini hasil penjualan dari hampir semua bentuk produk dan merek telah menurun. Laju penurunan ini mungkin lambat seperti yang dialami oleh makanan oatmeal cereal, tetapi bisa juga cepat seperti mobil Holden Kingswood di tahun 1975-1976. Penjualan bisa jatuh sampai ke titik nol, atau hanya membeku pada tingkat yang rendah dan terus bertahan pada tingkat tersebut sampai bertahun-tahun.
Alasan mengapa penjualan bisa jatuh adalah karena perkembangan teknologi, perubahan selera konsumen atau meningkatnya persaingan di dalam dan luar negeri. Semua itu mengakibatkan terjadinya kelebihan kapasitas, menghebatnya persaingan harga dan akhirnya menurunnya keuntungan perusahaan.
Lama dari setiap tahapan tergantung dari jenis produk, konsumen yang menjadi sasarannya, maupun kondisi persaingan. Cox, seorang ahli pemasaran, menyimpulkan bahwa untuk obat bebas (obat yang tidak memerlukan resep dokter) diperlukan satu bulan untuk tahap perkenalan, enam bulan tahap pertumbuhan, lima belas bulan tahap kedewasaan, dan tahap kemunduran berlangsung lama sekali karena produsen jarang mau menghentikan produksinya begitu saja. Secara berkala panjangnya tahapan harus dilihat kembali. Makin ketatnya persaingan akan mempersingkat SHP dan hal ini berarti bahwa produk yang bersangkutan menghasilkan keuntungan dalam waktu yang lebih singkat.
Dalam era modern sekarang ini, tahapan SHP suatu produk semakin memendek. Hal ini disebabkan keinginan konsumen yang begitu cepat berubah-ubah. Oleh karena itu, produsen harus mengantisipasi perubahan keinginan yang cepat ini dengan mengembangkan produk baru yang dapat memenuhi keinginan konsumen. Pengembangan produk ini membutuhkan kegiatan riset yang memerlukan biaya yang cukup banyak.
Produsen harus memahami konsep siklus produk bila ingin tetap dapat bertahan. Dengan adanya siklus tersebut maka konsentrasi kegiatan pengembangan produk sudah harus dilakukan ketika produk lama masih berada pada fase pertumbuhan, atau selambat-lambatnya bila siklus hidup produk lama tersebut masih cukup panjang. Dengan cara demikian maka pada saat produk lama mengalami kemunduran, produk baru sudah dapat diperkenalkan dan memberikan konstribusi yang berarti bagi keuntungan perusahaan.

2.4 Aspek-Aspek Pembentuk Produk
Karena produk tidak sekedar merupakan output suatu proses produksi, maka kita daspat memerinci aspek-aspek pembentuk produk menjadi seperti berikut :




                                                            Kemampuan untuk digunakan
                                                                                                                                Utama
                                Aspek Fungsional                Komponen-komponen     
                                                                                                                                Pendukung (Assesories)
                                                                                Kinerja dari desain komponen

                                                                                Penjualan
Produk                   Aspek Pelayanan                                Pengiriman
                                                                                Garansi purna jual


Aspek Harga

Ketiga aspek tersebut harus diamati dengan cermat oleh produsen dalam upayanya memenuhi keinginan konsumen, selain untuk memenangkan persaingan dengan produsen lain.

2.5 Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Pengembangan Produk
Dalam konteks persaingan antar produsen, kita bisa mengidentifikasi faktor-faktor yang melatarbelakangi timbulnya kegiatan perancangan dan pengembangan produk. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Faktor eksternal, antara lain :
1.      Munculnya produk-produk sejenis dengan berbagai kelebihannya
2.      Munculnya produk-produk baru yang dapat menggantikan produk lama (produk substitusi)
3.      Pergeseran keinginan konsumen dan kebosanan terhadap produk-produk lama
4.      Siklus hidup produk yang cenderung memendek pada masa modern ini
b.      Faktor internal, yang merupakan keinginan manajemen untuk :
1.      Memperbaiki kinerja produk
2.      Melakukan diversifikasi produk
3.      Mempertahankan segmen dan pangsa pasar baru
4.      Memanfaatkan sumber daya manusia (karyawan, tenaga ahli) yang kemampuan semakin bertambah karena proses pembelajaran yang telah dialaminya
5.      Menjaga kelangsungan hidup (keuntungan finansial) perusahaan

2.6 Pendekatan dalam Pengembangan Produk
Ada 2 (dua) pendekatan dalam pengembangan produk, yaitu pendekatan sequential dan pendekatan concurrent. Pendekatan sequential atau biasa disebut pendekatan secara tradisional pada umumnya dimulai dari tahap pengidentifikasian kebutuhan pasar yang kemudian akan diikuti dengan tahapan desain yang meliputi aktivitas pengidentifikasian spesifikasi produk berdasarkan kebutuhan customer yang dinyatakan pada tahap sebelumnya, perancangan konsep produk dan perancangan secara detail. Sesudah itu tahapan akan dilanjutkan dengan tahapan untuk mewujudkan rancangan produk yang telah dibuat dalam bentuk prototipe untuk mengevaluasi apakah rancangan sudah bekerja atau menunjukkan performance yang sesuai dengan keinginan customer. Setelah rancangan dapat berfungsi sesuai dengan yang diharapkan konsumen maka perancangan proses dan sistem manufacturing dari produk dapat dilakukan dan diimplementasikan untuk dapat memproduksi rancangan tersebut. Terkadang pembuatan prototipe dari hasil proses manufacturing dipergunakan untuk memastikan bahwa produk dapat diproduksi melalui proses manufacturing yang telah dibuat.
Produk yang telah selesai diproduksi kemudian didistribusikan ke pasar atau ke customer yang nantinya akan menggunakan produk tersebut, memelihara dan terus melakukan perbaikan sampai produk tersebut tidak dapat dipergunakan lagi. Keseluruhan tahapan atau life cycle diakhiri dengan penggunaan kembali, recyling, atau penghancuran dari produk tersebut.
Beberapa umpan balik berupa informasi dapat muncul alam setiap tahapan pengembangan. Seperti umpan balik internal perusahaan untuk perbaikan fungsi dari produk, misalnya dengan menggunakan hasil uji prototipe untuk memperbaiki konsep rancangan.
Tahapan selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut. Pendekatan sequential hanya memungkinkan suatu tahapan dapat dijalankan bila tahapan sebelumnya sudah diselesaikan. Hal ini terkadang menyebabkan diperlukan waktu yang cukup lama untuk melakukan umpan balik dalam rangka mendapatkan solusi dan akhirnya hal ini akan berdampak pada panjangnya waktu dari saat produk dirancang sampai diterima oleh customer, atau disebut juga Time to Market.
Pendekatan concurrent dalam pengembangan produk berusaha merancang suatu produk dan melakukan proses manufakturnya secara bersamaan dengan harapan dapat mengantisipasi pesatnya persaingan dan semakin pendeknya siklus hidup produk.
Pada gambar di atas dapat dilihat berbagai tahapan yang terdapat dalam pengembangan produk dilihat dari pendekatan concurrent. Pada pendekatan concurrent, fungsi atau tahapan yang terdapat pada pendekatan sequential juga masih dipergunakan. Proses juga dimulai dari tahap identifikasi kebutuhan pasar. Perbedaannya adalah perlu adanya beberapa fungsi yang secara paralel dilaksanakan dengan fungsi yang lain. Teknik Quality Function Deployment (QFD) dapat digunakan untuk menentukan spesifikasi produk. Sedangkan untuk memvertifikasi fungsi, kemampuan untuk diproduksi, dan kegunaan dari produk, dapat dilakukan dengan menggunakan teknik Rapid Prototyping. Jika aspek lingkungan menjadi salah satu pertimbangan maka proses bersih (Clean Processes) dapat digunakan pada tahap desain. Setelah melalui proses CPPD maka produk akan diproduksi dan didistribusikan. Metode ini mencoba untuk mempertimbangkan berbagai aspek yang terdapat dalam keseluruhan life cycle produk dalam tahap desain. Karena kebanyakan dari pengembangan fungsi produk dilakukan secara bersamaan (concurrently) maka Time to Market akan lebih singkat daripada bila menggunakan pendekatan sequential.

2.7 Quality Function Deployment
Dalam konteks pemuasan kebuthan pelanggan maka kita mengenal konsep Quality Function Deployment (QFD). Konsep QFD dikembangkan untuk menjamin bahwa produk yang memasuki tahap produksi benar-benar akan dapat memuaskan kebutuhan pelanggan dengan jalan membentuk tingkat kualitas yang diperlukan dan dengan kesesuaian yang maksimum, pada setiap tahap pengembangan produk.
QFD dikembangkan pertama kali di Jepang oleh Mitshubishi Kobe Shipyard pada tahun 1972, yang kemudian diadopsi oleh Toyota Ford Motor Company dan Xerox membawa konsep ini ke Amerika Serikat pada tahun 1986. Semenjak itu QFD banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa. Perusahaan-perusahaan besar seperti Procter & Gambler, General Motors, Digital Equipment Corporation, Hewlett Packard, dan AT & T, kini menggunakan konsep ini untuk memperbaiki komunikasi, pengembangan produk itu telah dihasilkan dengan sempurna, bila mereka tidak menginginkan atau membutuhkannya.
Penerapan QFD dapat mengurangi waktu desain sebesar 40% dan biaya desain sebesar 60% secara bersamaan dengan kualitas desain yang tetap dipertahankan dan ditingkatkannya. QFD berperan besar dalam meningkatkan kerja sama tim interfungsional yang terdiri dari anggota-anggota departeman pemasaran, riset dan pengembangan, pemanufakturan, dan penjualan untuk berfokus pada pengembangan produk. Selain itu, ada manfaat yang dapat diperoleh dari QFD bagi perusahaan yang berusaha meningkatkan daya saingnya melalui perbaikan kualitas dan produktivitasnya secara berkesinambungan.

2.8 Tahapan Implementasi QFD
Implementasi QFD mempunyai beberapa fase, di mana seluruh kegiatan yang dilakukan pada masing-masing fase dapat diterapkan seperti layaknya suatu proyek. Secara garis besar implementasi QFD terdiri dari 3 fase utama yang sebelumnya didahului oleh fase perencanaan dan persiapan. Ketiga fase utama tersebut adalah :
1.      Tahap pengumpulan Suara Pelanggan, Voice of Customer (VOC)
2.      Tahap penyusunan Rumah Kualitas, House of Quality (HOQ)
3.      Tahap analisis dan interprestasi

2.8.1 Tahapan Perencanaan dan Persiapan
Fase ini merupakan tahap persiapan dalam melakukan dan mengimplementasikan QFD. Topik kuncinya meliputi hal-hal sebagai berikut :
1.      Menetapkan dukungan yang bersifat organisasi :
a.       Dukungan manajemen
b.      Dukungan fungsional
c.       Dukungan teknikal QFD
2.      Menentukan tujuan-tujuan
QFD memberikan serangkaian keuntungan yang mungkin diperoleh bagi tim yang terlibat. Berikut ini keuntungan yang mungkin diberikan :
a.       Dapat mengerti kebutuhan dan keinginan pelanggan
b.      Menentukan tujuan-tujuan kualitas dan bisnis untuk produk atau jasa tersebut
c.       Menghasilkan urutan dari kemampuan produk
d.      Mengembangkan visi tim secara umum dari suatu produk atau jasa
e.       Mendokumentasikan seluruh keputusan dan asumsi-asumsi tentang proyek ini secara ringkas (dalam bentuk Rumah Kualitas)
f.       Meminimasi resiko pengulangan di tengah proyek. Keuntungan ini didapat dari tersedianya informasi terbaru di tengah pengembangan produk yang dapat ditambahkan dari Rumah Kualitas atau matrik QFD lainnya.
g.      Mempercepat perancangan produk. Walaupun QFD tampak menghabiskan waktu, sebagian besar kelompok menemukan bahwa perencanaan produk menjadi lebih cepat, lebih lengkap dan lebih efisien jika menggunakan struktur rumah kualitas.
3.      Memutuskan siapa pelanggan yang sebenarnya dituju :
a.       Definisi yang jelas tentang pelanggan
b.      Mengidentifikasi semua pelanggan yang mungkin dengan affinity diagram
c.       Identifikasi pelanggan kunci
d.      Memutuskan horizon waktunya
e.       Memutuskan cakupan produk
f.       Memutuskan tim dan hubungannya dengan organisasi
g.      Membuat jadwal pelaksanaan QFD
Dalam membuat jadwal (schedule) untuk implementasi QFD, ada beberapa hal yang perlu diingat, yaitu bahwa QFD membutuhkan waktu, QFD dapat dipersingkat, dan QFD harus berupa aktivitas yang dapat diatur seperti halnya suatu proyek.

2.8.2 Mengumpulkan Suara Pelanggan
Pada tahap ini akan dilakukan survai untuk memperoleh suara pelanggan yang tentu akan memakan waktu dan membutuhkan keterampilan mendengarkan. Proses QFD membutuhkan data pelanggan yang ditulis sebagai atribut-atribut dari produk atau service. Atribut-atribut atau kebutuhan-kebutuhan ini merupakan keuntungan potensial yang dapat diterima pelanggan dari produk atau servicenya. Setiap atribut mempunyai beberapa data numerik yang berkaitan dengan kepentingan relatif atribut bagi pelanggan, dan tingkat performansi kepuasan pelanggan dari produk yang mirip berdasarkan atribut tersebut. Kita biasanya menyebut atribut ini sebagai data kualitatif dan informasi numerik tiap atribut sebagai data kuantitatif seperti tampak pada gambar di bawah ini :







Text Box: Data KualitatifText Box: Data Kuantitatif



 






Gambar 2.5 Data Kualitatif dan Kuantitatif HOQ
Prosedur umum dalam pemerolehan suara pelanggan adalah :
1.      Menentukan atribut-atribut pelanggan (data kualitatif) dan kemudian
2.      Mengukur atribut-atribut (data kuantitatif)
Data kualitatif secara umum diperoleh dari pembicaraan dan observasi dengan pelanggan sementara data kuantitatif diperoleh dari survai atau penarikan suara customer (pelling).

2.8.3 Affinity Diagram
Dalam proses QFD, kebutuhan-kebutuhan tersebut diatur dalam diagram afinitas (affinity diagram). Affinity diagram digunakan untuk mengumpulkan data, mengorganisasikan fakta, opini dan ide. Alat ini merangsang kreativitas yang mendorong ekspresi bebas dari fakta dan opini, dan kemudian berusaha mengelompokkan elemen-elemen informasi tersebut sesuai dengan kesamaan / pertaliannya. Konstruksi diagram afinitas membutuhkan bentuk brainstroming dengan hasil yang berupa sebuah grafik.
Tujuh langkah yang biasanya dilakukan dalam proses pengembangan diagram afinitas adalah :
1.      Pilih tema atau tujuan yang mungkin ditekankan sebagai masalah atau kesempatan.
2.      Kumpulkan data naratif (true customer needs).
3.      Transfer data naratif ke dalam kartu-kartu.
4.      Susun kartu-kartu tersebut ke dalam kelompok-kelompok yang logis.
5.      Beri nama / label kelompok-kelompok kartu sesuaio dengan ciri dari tema atau tujuannya. Pengelompokan ini bisa dilakukan oleh beberapa customer atau oleh seorang ahli yang mengerti permasalahannya.
6.      Gambar diagram afinitas.
7.      Presentasikan hasilnya.

2.8.4 Kuantifikasi Data
Sekali diagram afinitas telah terbentuk berarti sudah siap untuk mengkuantifikasi data. Data yang dibutuhkan untuk QFD adalah :
1.      Kepentingan relatif dari kebutuhan-kebutuhan tersebut.
2.      Tingkat performansi kepuasan pelanggan untuk masing-masing kebutuhan.
3.      Tingkat kompetisi performansi kepuasan pelanggan untuk masing-masing kebutuhan.
Secara umum data ini diperoleh dari survai. Oleh sebab itu, beberapa hal perlu diperhatikan, yaitu :

1.      Pemilihan sampel yang tepat dan ukuran sampel
2.      Menjamin respons yang memadai
3.      Menuliskan pertanyaan-pertanyaan survai untuk menghindari kekeliruan
4.      Analisis hasil-hasilnya
Pengumpulan data kuantitatif ini merupakan tahap matriks perencanaan QFD karena di sini akan dicari tahu bagaimana customer melakukan prioritas. Matriks perencanaan biasanya terdiri dari tujuh tipe data yang berbeda, yang masing-masing akan digambarkan secara berbeda. Ketujuh data tersebut adalah :
1.      Kepentingan customer (importance to customer)
2.      Performansi kepuasan customer untuk produk yang ada pada saat ini (customer satisfication performance)
3.      Performansi kepuasan bersaing (competitive satisfication performance)
4.      Sasaran (goal) yang ingin dicapai oleh tim rasio perbaikan (improvement ratio)
5.      Titik penjualan (sales point)
6.      Pembobotan (raw weight)
7.      Normalisasi pembobotan (normalized raw weight)
Namun dalam praktiknya tidak semua tipa data ini diterapkan karena hal itu sangat tergantung pada kebutuhan dan kondisi pengembangan.

2.8.4.1 Importance to Customer
Kolom ini merupakan tempat untuk merekam bagaimana tingkat kepentingan masing-masing kebutuhan bagi customer. Dalam beberapa buku QFD kolom ini seringkali diletakkan persis di sebelah data kebutuhan customer. Ada 3 tipe data kepentingan yang biasanya digunakan, yaitu tingkat kepentingan absolut (absolute importance), tingkat kepentingan relatif (relative importance) dan tingkat kepentingan ordinal (ordinal importance).
Absolute Importance
Tingkat kepentingan ini biasanya dipilih dan diseleksi skala kepentingan di mana titik-titik pada skala telah diketahui dalam range dari 3 sampai 10. Namun demikian, umumnya digunakan 5 skal, seperti pada contoh berikut :
1.      Tidak penting sama sekali bagi customer
2.      Kurang penting bagi customer
3.      Cukup penting bagi customer
4.      Sangat penting bagi customer
5.      Paling penting bagi customer
Kelemahan dari tingkat kepentingan ini adalah bahwa customer cenderung rata-rata semuanya penting.

Relative Importance
Tingkat kepentingan ini merefleksikan bahwa satu kebutuhan dua kali lebih penting dibanding kebutuhan lainnya bagi customre. Nilai kepentingan ini biasanya dalam skala 100 atau dalam suatu skala persentase. Skala 100 mengindikasikan tingkat kepentingan yang setinggi mungkin bagi customer. Tingkat kepentingan ini seringkali disebut skala ratio, di mana customer diminta untuk membandingkan suatu atribut dengan atribut lainnya dan menentukan tingkat kepentingannya.
Teknik ini diperluas dalam bentuk pasangan yang biasa disebut Constant Sum Paired Comparisons, di mana responden diminta untuk menilai seberapa penting satu data dibandingkan data lainnya untuk semua data kebutuhan dalam suatu matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Matriks ini kemudian diproses dengan menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process Method). Hasil AHP ini adalah bobot untuk tiap data kebutuhan customer yang mengindikasikan kepentingan relatif dari kebutuhan. Kelemahan dari metode ini adalah bahwa keputusan cenderung tidak konsisten. Karena tidak ada yang mencegah responden untuk menyatakan bahwa :
A.    Lebih penting dari B
B.     Lebih penting dari C
C.     Lebih penting dari A
Kondisi ini tidaklah mudah dihindari saat survai. Walaupun demikian, proses survai ini dapat dilaksanakan jika ada jaminan bahwa keputusan yang tidak konsisten di atas tidak akan terjadi.
Ordinal Importance
Tingkat kepentingan ini meminta responden untuk mengurutkan data sehingga jika dibandingkan dengan metode perbandingan berpasangan mempunyai kelebihan dalam hal kekonsistenan dalam membuat keputusan. Namun, kerugian dari proses ini adalah ketidakpraktisannya. Contoh jika survai lewat telepon dilakukan, responden akan mengalami kesulitan dalam memvisualisasi atribut yang lebih dari tujuh. Selain itu, skala kepentingan ordinal jika dikalikan dengan nilai lainnya dalam matriks perencanaan, cenderung membuat raw weight terbesar menjadi sangat besar jika dibandingkan raw weight yang lebih rendah. Hal itu akan membuat tim lebih menekankan kebutuhan customre yang paling penting dibandingkan yang tidak penting.

2.8.4.2 Customer Satisfaction Performance
Ini merupakan persepsi customer tentang seberapa baik produk yang ada saat ini dalam memenuhi kebutuhannya. Maksud dari produk yang ada saat ini adalah produk / jasa yang kita rencanakan untuk dikembangkan.
Metode yang umum digunakan dalam menaksir nilai ini adalah dengan menanyai customer, seberapa baik ia merasakan produk / jasa perusahaan dalam memenuhi setiap kebutuhan. Untuk perancangan produk yang baru sama sekali (belum pernah diluncurkan), data ini tidak dibahas lebih lanjut.

2.8.4.3 Competitive Satisfaction Performance
Agar kompetitif, tim harus mengerti kompetitornya. Banyak tim yang tidak mempelajari pesaingnya dengan baik, karena memang lebih sulit untuk menjangkau customer pesaing dibandingkan menjangkau customernya sendiri.
QFD sendiri menyediakan rekaman kekuatan dan kelemahan pesaing dalam dua level kepentingan. Yang pertama pada Customer Needs pada Competitive Satisfactiopn Performance, dan yang kedua adalah pada respons teknis (SQC) pada benchmarking.
Kadang-kadang data ini digambarkan dalam bentuk grafik dan dibandingkan dengan Customer Satisfaction Performance. Namun seringkali lebih sulit untuk membaca grafik dibandingkan dengan membaca angka.

2.8.4.4 Goal
Pada kolom ini telah diputuskan apa level dari Customer Performance yang ingin dicapai guna memenuhi setiap kebutuhan customer. Goal ini biasanya dinyatakan dalam bentuk skala numerik yang sama dengan tingkat performansi.
Kita perlu menentukan goal ini jika ada keterbatasan dalam sumber daya. Namun jika tidak ada masalah dengan sumber daya maka tim dapat mencapai semua aspek dari produk / jasa hingga sesempurna mungkin.

2.8.4.5 Importance Ratio
Bila goal dikombinasikan dengan rating produk yang sudah ada maka akan dapat digunakan untuk menentukan Improvement Ratio.
= Improvement Ratio

2.8.4.6 Sales Point
Data ini berisi informasi tentang kemampuan dalam menjual produk atau jasa, didasarkan pada seberapa baik tiap kebutuhan customer terpenuhi. Nilai yang paling umum digunakan pada sales point adalah :
1.      Tanpa titik penjualan
2.      Titik penjualan menengah
3.      Titik penjualan kuat
Data ini penting karena umumnya produk yang memiliki karakteristik yang dapat memenuhi kebutuhan customer tidak selalu berada dalam titik penjualan yang tinggi. Seberapa kuat titik penjualan tergantung pada bagaimana customer membandingkan kompetisi dan seberapa penting atribut tersebut bagi customer agar produk melakukan pengecualian pada atribut tersebut. Saat sales point diisi, tim mungkin tidak punya ide apa jadinya desain mereka, atau bagaimana mereka memenuhi kebutuhan customer yang spesifik. Satu cara untuk memanfaatkan kekuatan QFD adalah dengan menetapkan goal secara agresif dalam kolom goal yang membawa keuntungan kompetitif, dan kemudian menghubungkan nilai sales point dengan goal tersebut. Hal ini memungkinkan proses QFD mencatat bagian dari desain yang membutuhkan pemikiran guna merealisasikan keuntungan tersebut.
2.8.5 Fungsi-fungsi Produk (Product Functions)
            Pendekatan yang berbeda dalam mendefenisikan SQC adalah menempatkan fungsi-fungsi produk atau proses sepanjang atap House ofm Quality. Penggunaan fungsi ini jadi tepat jika ada ukuran performasi berada dalam kondisi berikut.
1.      Konsep produk telah ditetapkan. Banyak versi suatu produk yang sukses sesudah ada dilapangan dan QFD digunakan untuk meningkatkan penawaran sebelumnya.
2.      Tim pengembsng kekurangan waktu atau ketertarikan untuk mengembangkan da memprioritaskan ukuran-ukuran performansi. Karena prioritasisasi dari ukuran-ukuran performansi tidak mendefinisikan sifat-sifat produk (product’s feature), proses QFD harus digunakan sekurang-kurangnya sekaliuntuk menerjemahkan ukuran-ukuran performansi yang diprioritaskn menjadi sifat-sifat yang diprioritaskan. Langkah ekstra ini banyak menghabiskan waktu dan tidak selalu berguna.
3.      Untuk beberapa tim, ukuran ini mungkin hanya memasuki cara apa yang mereka lihat seperti pekerjaan mereka. Saat menerjemahkan customer needs secara langsung kedalam fungsi-fungsi yang menurunkan kesempatan pemecahan ide, tim yang tidak biasa menggunakan ukuran-ukuran performansi mungkin lebih baik melakukan suatu translasi.
2.9 Rumah Kualitas (House Of Quality)                                       
            Penerapan metodelogi QFD dalam proses perancangan produk diawali dengan pembentukan matriks perencanaan produk, atau sering disebut sebagai House of Quality (HOQ). Gambar 2.6 menunjukkan bentuk umum matriks perencanaan produk atau rumah kualitas. Dalam gambar dibawah ini menggunakan symbol A sampai F yang menunjukkan urutan pengisian bagian-bagian dari matriks perencanaan produk tersebut.



 

                                                      E                                                  
                      Technical                                                                                                    Corelation
C Technical                   Response

Sdsdsdsdsdsdsds



F Technical Matriks
 
           



 



                       

Gambar 2.6 House of Quality (HOQ)
Bagian A :
Ruang pertama HOQ adalah kebutuhan atau keinginan pelanggan (Customer Needs and Benefist).
            Fase ini menggunakan proses diagram afinitas dan kemudian disusun secara hierarkidengan tingkat kebutuhan paling rendah hingga tingkat yang paling tinggi. Kebanyakan tim pengembang mengumpulkan “suara pelanggan” (vois of the customer) melalui interview/wawancara dan kemudian disusun secara hierarki. Kegagalan dalam memaksimumkan keterlibatan pelanggan dalam fase ini, sering menimbulkan salah pengertian antara pelanggan dan tim pengembang. Ketika tim pengembang produk tidak mengerti keinginan pelanggan dengan baik, maka aktivitas perencanaan produk akan mengalami kesulitan, sehingga perencanaan produk berjalan lambat (Cohen. L., 1995).
Bagian B :
Planning matrix merupsksn bagian kedua dari HOQ dan disebut sebagai tempat penentuan sasaran/tujuan produk, didasarkan pada interprestasi tim terhadap data riset pasar. Penetapan sasaran/tujuan merupakan gabungan antara prioritas-prioritas kebutuhan pelanggan. Hal ini merupakan tahap penting dalam perencanaan produk (Cohen. L., 1995). 
Planning Matrix berisi tiga tipe informasi penting :
1.      Data kuantitatip pasar, yang menunjukkan hubungan antara tingkat kepentingan kebutuhan dan keinginan pelanggan dan tingkat kepuasan pelanggan dengan perusahaan dan tingkat persaingan.
2.      Penetapan tujuan/sasaran untuk jenis produk/jasa baru.
3.      Perhitungan tingkat rengking (rank order) keinginan dan kebutuhan pelanggan.
Satu alasan untuk mengisi Planning Matrix segerah setelah Customer Needs/Benefits selesai setelah karena Customer Needs merupakan prioritas, tim QFD boleh memilih untuk membatasi analisa hanya untuk tingkat krnutuhsn pelanggan yang tertinggi. Pertimbangan hal ini adalah mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan QFD. Jika Planning Matrix ditundah sampai beberapa waktu setelah bagian Relationship terisi, maka tim tidak akan membuat batasan analisa, karena tidakm mengetahui Customer Needs mana yang paling penting bagi mereka. Tetapi beberapa praktis mengerjakan Technical Responses dan bahkan menentukan Relatinship sebelum mengerjakan Planning Matrix. Keuntungan dari acara ini adalah tim akan lebih familiar dengan kebutuhan pelanggan.
Bagian C :
Bagian ketiga dari HOQ adalah Technical Rospense, merupakan gambaran produk atau jasa yang akan dikembangkan. Biasanya gambaran tersebut diturunkan dari Customer Needs dibagian pertama HOQ. Terdapat bebrapa infor masi yang didapat di Technical Response, alternative yang paling umum adalah :
1.      Top-level solution endervendent mesurument or metrics
2.      Product or service requirements (kebutuhan produk/jasa)
3.      Product or service features or capabilities (kemampuan atau fungsi produk atau jasa).
Imformasi apapun yang dipilih, disebut sebagai substitute Quality Characteristic (SQC). Jika Customer Needs/Benefits mewakili suara pelanggan (voice of Customer) maka SQC mewakili suara pengembang (voice of develover).
Dengan menempatkan kedua suara tersebut dikiri dan atas matriks maka dapat dievaluasi hubungan keduanyasecara sistematis. SQC dapat disusun secara hierarki melalui proses Diagram Afinitas (Affinity Diagrams), diikuti dengan proses diagram pohon (Tree Diagrams). Proses hierarki memberikan beberapa kebebasan kepada tim untuk menyusun analisis mereka pada tingkat tinggi atau rendah dengan detail melalui pemilihan tingkat hierarki primerm, sekunder dan tersier.

2.10Tudi Kasus Pengembangn Qfd
1.      Nama Proyek : Pengembangan Produk Meja Tulis Dan Komputer
2.      Tujuan Rancangan Produk :
a.       Mendesain meja tulis dan computer yang hemat tempat dan praktis.
b.      Meja itu memudahkan pelaksanaan aktivitas menulis dan berkomputer.
c.       Meja itu memiliki tempat untuk keyboard, monitor, tempat meletakan buku, peralatan tulis, kertas, dan lain sebagainya.
d.      Meja itu melindungi peralatan computer dari debu dan tetesan air hujan.
3.      Pengelompokan dan penyusunan tujuan berdasarkan hierarki :
a.       Level 1 : Meja tulis dan computer yang hemat tempat/praktis.
b.      Level 2 : Mengurangi pemakaian dua meja sekaligus.
c.       Level 3 :
1)      Menggabungkan aktivitas penulis dan berkomputer dengan baik.
2)      Meja secara kompak menampung peralatan kedua aktivitas.
d.      Level 4 :
1)      Melindungi semua perlengkapan computer.
2)      Memiliki tempat untuk semua perlengkapan menulis.
3)      Member kenyamanan dan kemudahan untuk melakukan keduanya.
4)      Memiliki memori penyimpanan dering dan mengatur volume.
e.       Level 5 :
1)      Ada tempat untuk keyboard, monitor dan lain-lain yang tertutup.
2)      Tersedia ruangan yang cukup luas untuk gerakan tangan.
3)      Menimasi gerakan untuk perpindahan aktivitas.
4)      Menulis dan berkomputer tidak saling ganggu.

2.11 Langkah-Langkah Pembuatan Qfd
2.11.1    Identifikasi Konsumen : Pengguna Aktif Komputer
Penggunaan komputer saat ini sangat umum. Penggunaan tidak hanya terbatas didunia kerja, tetapi juga pelajar dan mahasiswa. Dengan perkembangan seperti ini, peralatan pendukung computer menciptakan pasarnya sendiri, seperti meja yang khusus didesain (dan berfungsi) memberikan kemudahan dalam berkomputer. Meja ini biasanya dilengkapi dengan laci keyboard (sehingga memudahkan aktivitas mengetik), tempat khusus CPU dan diatasnya ada tempat monitor (terkadang speaker dan printer). Dalam suatu ruang (baik kamar kerja maupun kamar belajar) sering kali harus terdapat dua meja (meja tulis dan komputer) yang mengakibatkan ruangan kamar menjadi lebih sempit.

2.11.2    Menentukan Kebutuhan Konsumen
1. Performasi Fungsional :
a.    Penggunaan
1)      Variasi arah pandang
Bermacam arah pandang pengguna. Untuk menghindari kejenuhan dan kelelahan akibat beraktivitas terlalu lama, pemakai computer sering meletakkan monitornya pada arah pandang dan posisi yang beraneka ragam  (dikiri, depan, kanan, tinggi, rendah, dan lain sebagainya).
2)      Kejelasan visual
Jarak maksimum dimana pemakai masih dapat melihat detail terkecil pada monitor. Hal ini dipengaruhi oleh medium atau bendah tembus pandang yang berada diantara pemakai dan monitor (misalnya jenis pelindung radiasi monitor dan kaca).
3)      Pergantian arah pandang
Kemudahan pengguna dalam mengganti arah pandang dari monitor kekertas kerja (dari menggunakan computer keaktivitas menulis) dan sebaliknya. Hal ini dapat diterjemahkan sebagai banyaknya elemen gerakan yang diperlukan dari posisi awal keposisi akhir.

4)      Pedrawatan komponen komputer
Meja mampu memberikan kemudahan dalam perawat komputer, seperti untuk membersihkan debu pada monitor, melindungi komputer dari serangga-serangga kecil agar tidak bersarang didalamnya, tetesan air hujan dan lain sebagainya.
b.   Bentuk dan ukuran
1)      Sesuai kebutuhan komputer
           Adanya tempat khusus untuk monitor, keyboard, mouse, dan lain-lainya yang tidak saling menghalangi.
2)      Sesuai kebutuhan menulis
Ada tempat untuk menaruh kertas, tempat alat-alat tulis, permukaan yang rata(tidak miring atau berlekuk-lekuk0, dan tangan dapat bergerak dengan leluasa.
3)      Tidak mudah lelah
Meja tidak menyebabkan pemakai menjadi cepat lelah (dari segi postur tubuh ketika bekerja di meja/ gerakan-gerakan aktivitas).
4)      Kompak
Meja dapat menampung semua benda-benda yang ada padanya dengan kebutuhan ruang/volume total yang minimum.  
2.   Integrasi struktural
a.       Tahan lama : Meja dibuat dari bahan yang kuat menahan beban peralatan yang akan diletakkan diatasnya dalam waktu yang lama.
b.      Keterbatasan ruang : Tidak menghalangi dan mengganggu.

2.11.3    Identifikasi Konsumen : pengguna Aktif Komputer
        Meja tidak banyak memintah ruang tetapi tetap menjaga fungsinya sebagai tempat yang cukup layak digunakan sebagai meja tulis dan meja komputer sekaligus.
1.   Lepas/pasang komponen
        Sebagi tempat meletakkan peralatan komputer, meja tersebut tidak sampai mengganggu pemasangan (dan pelepasan) kabel-kabel konektor.
2.   Kegiatan berkomputer
        Meja memberikan kemudahan untuk menghidupkan atau mematikan, memasukkan dan mengeluarkan disket CD-RUM, meng-atur warna kekontrasan monitor, dan lain sebagainya.
3.   Penampilan
a. Keindahan bentuk
   Bentuk meja sesuai dengan fungsinya sebagai tempat komputer (baca peralatan canggih. Harus member kesan artistic sekaligus hi-tech).
b.Warna popular
   salah satu konsumen yang dituju adalah kalangan pelajar dan mahasiswa, meja sebaiknya menghindari warna-warna konvensional seperti coklat antic atau hitam, tetapi menggunakan warna-warna cerah. Warna putih gading dianggap cukup baik karena sama dengan warna komputer umumnya.
4.   Waktu
            Proses desain akan membutuhkan waktu dua bulan dan diharapkan akan dapat dipasarkan dalam waktu empat bulan.





1 komentar:

  1. Maaf sebelumnya....
    Mohon ijin copas utk tambahan bahan ajar kuliah...
    Tolong sumber/ referensinya dari buku apa?.....

    Terima kasih dan salam sukses

    BalasHapus