PENGEMBANGAN PRODUK
2.1 Pendahuluan
Kegiatan merancang dan mengembangkan
produk, baik yang merupakan jasa maupun barang, tidak terlepas dari konsep
pemasaran yang bertujuan memenuhi kebutuhanyang memuaskan pelanggan. Kepuasan
pelanggan bisa dipenuhi dengan mengidentifikasi perilaku konsumen terhadap
suatu produk. Perilaku konsumen terhadap suatu produk dapat diteksi dengan
menarik kebutuhan pasar (market pull),
menekan penetrasi pasar dengan teknologi baru (technology push), dan modifikasi produk potensial untuk ditawarkan
untuk ditawarkan kepada pasar (platform
product).
Market pull berarti bahwa produsen
harus membuat hanya apa yang dapat dijual saja. Dalam hal ini produk baru
ditentukan oleh keinginan dan kebutuhan konsumen (pasar) dan sedikit penekanan
pada ketersediaan teknologi dan proses operasi.
Technology push berati bahwa
produsen harus menjual apa yang dapat dibuat oleh mereka. Dalam hal ini produk
baru ditentukan berdasarkan teknologi produksi dengan sedikit penekanan
terhadap apakah produk tersebut layak dijual atau tidak. Hal ini dibutuhkan
penciptaan pasar untuk menjual produk tersebut.
Diantar kedua pendekatan diatas kita
dapat mengambil jalan tengah diman produk tersebut selain harus memenuhi
keinginan konsumen (market pull) juga dapat diproduksi sesuai dengan teknologi yang
dimiliki produsen. Dengan demikian maka pemenuhan kebutuhan pelanggan dan
penggunaan teknologi dapat memberikan keuntungan yang optimal. Pendekatan ini
disebut platform Product.
2.2 Konsep Dasar Pemasaran
Dalam
persaingan sempurna, sistem industri mengembangkan berbagai strategi dasar
dalam merancang produk dan memasarkannya. Dalam bagian ini, kita akan membahas
strategi-strategi dasar dari sudut pandang pemasaran produk, sedangkan
strategi-strategi dasar dalam perancangan produk akan dijelaskan pada bagian
berikutnya.
Dalam
merancang strategi produk dan pemasarannya, perlu ditentukan dahulu target dari
produk tersebut. Target dari produk merupakan segmen pasar (konsumen) yang
ingin dipenuhi kebutuhannya. Kebutuhan dari konsumen tersebut tergantung dari
kelas sosial, keluarga, pekerjaan, gaya
hidup, usia dan tahapan siklus hidup, serta keadaan ekonomi. Semua hal tersebut
merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pembeli.
Kelas
Sosial. Sebenarnya semua masyarakat manusia menampilkan lapisan-lapisan sosial.
Lapisan sosial ini kadang-kadang berupa sebuah sistem kasta di mana anggota
kasta yang berbeda menyandang peran tertentu dan mereka tak dapat mengubah
keanggotaan kastanya. Malah lebih sering lapisan sosial itu berbentuk kelas
sosial. Kotler, seorang pakar pemasaran, mendefinisikan kelas sosial adalah
sebuah kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam sebuah masyarakat,
tersusun dalam sebuah urutan yang berjenjang, dan para anggota dalam setiap
jenjang itu memiliki nilai, minat dan tingkah laku yang sama.
Kelas
sosial menunjukkan perbedaan pilihan produk dan merek dalam suatu bidang
tertentu, seperti pakaian, perabot rumah tangga, aktivitas waktu senggang, dan
mobil. Beberapa pemasar memusatkan usahanya pada kelas sosial tertentu. Restoran
McDonald, memusatkan usahanya pada pelanggan kelas menengah ke atas, sementara
Dundee Fried Chicken memusatkan usahanya pada konsumen kelas bawah. Bahkan
dalam sebuah kategori media, kelas sosial pun juga berbeda dalam hal
pilihannya. Konsumen dari kelas sosial atas menyukai berita dan dialog aktual,
sedangkan kelas sosial bawah menyukai pertunjukan seri telenovela. Juga
terdapat perbedaan bahasa di antara kelas sosial. Para
perencana iklan dan pendesain produk harus membuat perbedaan untuk desain
produk dan cara pengiklanan yang sesuai dengan setiap sasaran kelas sosial.
Keluarga.
Anggota keluarga dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap perilaku
pembelian. Pengaruh yang lebih langsung atas perilaku membeli sehari-hari
adalah komponen keluarga, yaitu pasangan suami-istri beserta anak-anaknya.
Keluarga adalah organisasi konsumen pembeli yang terpenting dalam masyarakat
dan telah diteliti secara luas. Para pemasar
tertarik pada peran dan pengaruh relatif dari suami, istri, dan anak-anak
mereka dalam pembelian sejumlah besar produk dan jasa.
Keterlibatan
suami istri berbeda-beda sesuai dengan jenis produk yang ditawarkan. Istri
secara tradisional sudah menjadi agen pembeli utama bagi keluarganya, khususnya
dalam pembelian produk makanan, berbagai macam keperluan rumah tangga, dan
pakaian. Kondisi ini sekarang sedang berubah sehubungan dengan meningkatnya
jumlah ibu rumah tangga yang bekerja di luar sebagai wanita karir dan karena
keinginan para suami untuk berperan lebih banyak dalam pembelian produk untuk
keperluan keluarga. Pemasar produk kebutuhan bahan pokok bisa saja membuat
kesalahan, di mana mereka tetap berpikir bahwa wanitalah yang menjadi pembeli
utama.
Dalam
hal produk dan jasa, yang harganya mahal, pihak suami dan isteri akan secara
bersama-sama membuat keputusan. Para pemasar
memerlukan informasi untuk menentukan anggota keluarga manakah yang umumnya
mempunyai pengaruh lebih besar dalam hal pembelian produk atau jasa tertentu.
Apakah suami yang lebih menentukan, atau isterinya, atau keduanya sama-sama
berpengaruh. Produk dan jasa asuransi jiwa, mobil dan televisi lebih banyak
ditentukan oleh suami, produk mesin pencuci, permadani, perabot bukan kamar
tamu, dan peralatan dapur lebih banyak ditentukan oleh istri, sedangkan produk
perabot kamar tamu, acara hari libur, rumah dan hiburan di luar rumah akan
ditentukan oleh suami-istri secara bersama-sama.
Pekerjaan.
Pola konsumsi seseorang juga dipengaruhi oleh pekerjaannya. Seorang pekerja
kasar akan membeli pakaian kerja, sepatu kerja, kotak makanan, dan berekreasi
dengan naik angkutan umum. Seorang presiden perusahaan akan membeli pakaian
sutra mahal bermerek, bepergian dengan pesawat terbang, membeli kapal pesiar
dan menjadi anggota perkumpulan sosial elite. Para
pemasar mencoba mengidentifikasi kelompok-kelompok pekerjaan atau jabatan yang
memiliki kecenderungan terhadap produk dan jasa mereka.
Gaya Hidup. Gaya hidup seseorang
adalah pola hidup seseorang dalam kehidupan sehari-hari yang dinyatakan dalam kegiatan,
minat dan pendapat (opini) mereka. Orang yang berasal dari kelas sosial dengan
pekerjaan yang sama pun mungkin memiliki gaya
hidup yang berbeda. Arman, misalnya, dapat memilih hidup dengan gaya “serasi
dengan lingkungan”, yang tercermin dalam kebiasaannya mengenakan pakaian
konservatif, menghabiskan sebagian besar waktu bersama dengan keluarga, dan
aktif dalam kegiatan diskusi. Mungkin pula dia dapat memilih gaya hidup “orang berprestasi” yang ditandai
dengan kebiasaan bekerja keras sekaligus menikmati waktu santai dengan bermain
dalam acara rekreasi dan olahraga.
Keadaan
Ekonomi. Keadaan ekonomi seseorang akan besar pengaruhnya terhadap pilihan
produk. Keadaan ekonomi seseorang terdiri dari pendapatan yang dapat
dibelanjakan (tingkatannya, kestabilannya, dan pola pendapatannya terhadap
waktu), tabungan dan kekayaan, kemampuan meminjam dan sikapnya terhadap
pembelanjaan pendapatannya dibandingkan pendapatan yang ditabung. Para pemasar produk yang banyak tergantung pada
pendapatan perlu memperhatikan terus menerus kecenderungan dalam pendapatan
pribadi, tabungan dan suku bunga piutang. Jika indikator ekonomi menunjukkan
resesi, para pemasar dapat mengambil langkah-langkah untuk merancang kembali,
menentukan kembali ciri-ciri yang menonjol dan menetapkan kembali harga produk
mereka sehingga mereka tetap mampu menarik para pelanggan.
Usia
dan tahap siklus hidup mempengaruhi perubahan perilaku pembelian seseorang akan
suatu barang dan jasa selama hidupnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
pembelian tersebut akan diantisipasi oleh pelaku industri dengan strategi
pemasaran yang berbeda-beda, tergantung segmen pasar yang akan dibidik.
Strategi pemasaran tersebut berusaha memanfaatkan perilaku pembelian dari
konsumen secara optimal.
Selain
mencoba memanfaatkan perilaku pembelian konsumen, perusahaan-perusahaan juga
melakukan suatu inteligen bisnis terhadap perusahaan pesaingnya. Kegiatan ini
biasa disebut dengan benchmarking.
Benchmarking dimaksudkan sebagai kegiatan sebuah perusahaan yang “menandai”
perusahaan lain yang dianggap sebagai pesaing terberat, kemudian berusaha
“menduga” posisi perusahaan tersebut berada pada tingkatan yang bagaimana.
Konsep benchmarking sendiri sering
disalahartikan. Banyak yang menganggapnya sebagai sesuatu yang ilegal, tidak
bermoral, tidak etis, penjiplakan, atau spionase industri. Konsep yang salah
ini menganggap bahwa salah satu pihak memperoleh keuntungan dari pesaing yang
tidak menaruh curiga dengan cara sembunyi-sembunyi meniru produk atau proses
yang dilakukan pesaingnya. Kenyataan yang ada tidaklah demikian. Benchmarking melibatkan dua organisasi
yang sebelumnya telah sepakat untuk membagi informasi mengenai proses atau
operasinya. Kedua organisasi tersebut memperoleh keuntungan dari pertukaran
informasi yang dilakukan. Masing-masing pihak bebas untuk tidak memberikan
informasi yang dianggap rahasia. Lagipula keduanya tidak harus merupakan
pesaing.
Tujuan
utama benchmarking adalah untuk
menemukan kunci atau rahasia sukses dan kemudian mengadaptasi dan memperbaikinya
untuk diterapkan pada perusahaan yang melaksanakan benchmarking tersebut. Dari definisi tersebut juga diketahui bahwa benchmarking merupakan pekerjaan yang
sangat berat, baik secara ‘fisik’ maupun ‘mental’. Dikatakan secara fisik
karena dibutuhkan kesiapan sumber daya manusia dan teknologi yang memadai untuk
melakukan benchmarking secara akurat.
Sedangkan secara mental adalah bahwa pihak manajemen perusahaan yang melakukan benchmarking harus bersiap diri bila
setelah dibandingkan dengan pesaing ternyata mereka menemukan kesenjangan yang
cukup tinggi. Pada titik inilah kemudian terbuka kemungkinan terjadinya merger
atau akuisisi. Jadi dengan demikian akan dapat memberikan dampak yang positif
dan saling menguntungkan.
Benchmarking dilakukan terhadap produk apa
yang sedang dikembangkan pesaing, bagaimana cara pesaing mengembangkannya, dan
strategi pemasaran apa yang direncanakan pesaing untuk membuat perusahaan tetap
dapat mempertahankan positioning
perusahaan tersebut.
2.3 Strategi Pemasaran dan Desain Pengembangan
Produk
Strategi
pemasaran tidak dapat dipisahkan dengan pengembangan produk karena keduanya
berhubungan sangat erat. Bagian ini akan membahas strategi produk di masa
normal maupun krisis.
2.3.1 Strategi Produk dan Pemasaran di Masa
Krisis
Strategi
dari suatu desain produk dan pengembangannya dipengaruhi oleh kondisi ekonomi
makro. Dalam kondisi ekonomi makro yang normal, di mana tingkat inflasi
bergerak dengan normal, strategi desain produk dan pengembangan produk akan
mengikuti konsep siklus hidup produk. Dalam kondisi inflasi yang tinggi, di
mana pendapatan dan daya beli konsumen menurun, pola dan perilaku konsumen akan
berubah. Perubahan pola dan perilaku konsumen tersebut antara lain :
1.
Konsumen menunda pembelian barang maupun penggunaan
jasa yang mewah atau mahal. Mereka menunda pembelian mobil, lemari es dan
barang-barang tahan lama lainnya. Mereka berlibur di tempat dan jenis hiburan
yang lebih murah, atau bahkan membatalkannya dan lebih suka menyimpan uangnya
pada tabungan yang berbunga tinggi.
2.
Konsumen menjadi lebih lama dan teliti (krisis) dalam
membanding-bandingkan harga produk tertentu. Hal ini lambat laun membuat
konsumen berpindah ke toko (pemberi jasa) yang lebih murah. Selain itu, periode
diskon ataupun kupon untuk potongan harga dapat menarik minat konsumen untuk
membeli.
3.
Konsumen mengalihkan produk atau merek kegemarannya ke
produk atau merek yang secukupnya saja. Sedangkan untuk produk-produk yang
tidak begitu penting bagi kebutuhan sehari-hari, mereka tidak melihat merek
lagi asalkan fungsinya sama. Pasaran barang bekas dan penjualan obral mulai
ramai lagi. Contohnya, sekarang banyak bermunculan toko dan bursa barang bekas
seperti Sabora, Memo maupun Jawa Pos.
4.
Dalam rangka penghematan, konsumen mulai mengerjakan
sendiri kegiatan-kegiatan yang sebelumnya tidak pernah atau jarang mereka
lakukan, seperti mengecat rumah, menjahit pakaian, menanam tanaman, memperbaiki
pagar dan sebagainya.
Sejumlah
tindakan penyesuaian diri akan dilakukan oleh produsen sebagai akibat tingginya
biaya bahan baku,
bahan bakar, tenaga kerja, maupun biaya pemeliharaan. Beberapa strategi yang
dapat dilakukan adalah menunda rencana penanaman modal, penyusutan jumlah
produk yang telah didiversifikasi, dan melakukan penekanan biaya. Penekanan
biaya ini antara lain dilakukan dengan mengaplikasikan rekayasa nilai dalam
pembuatan produk tersebut.
Diversifikasi
produk merupakan upaya membuat produk jenis baru berdasarkan produk yang sudah
ada. Penyusutan jumlah jenis produk telah dilakukan perusahaan minyak Sun Oil
ketika Amerika mengalami resesi tahun 1970-an. Sun Oil mengurangi jenis produk
minyak pelumasnya dari 1.000 menjadi 200, dan minyak gearnya dari 225 menjadi
29. Hasil dari penyusutan jenis produk tersebut telah menaikkan produktivitas
sebesar 20-30 persen. Penekanan biaya masing-masing produk juga merupakan
strategi lain yang cukup penting.
Pada
hakikatnya, dalam kondisi krisis setiap perusahaan perlu mencari cara-cara
untuk menekan biaya masing-masing produk. Di sini ada beberapa pilihan :
1.
Mengurangi volumen atau ukuran produk dan bukannya
menaikkan harga. Fenomena ini biasanya kita temukan pada ukuran krupuk “uyel”,
di mana ukurannya menjadi semakin kecil, walau harganya tetap, ketika harga
bahan baku
naik.
2.
Mengganti bagan atau isi dengan yang lebih murah.
Misalnya banyak perusahaan permen coklat mengganti coklat aslinya dengan coklat
sintetis. Pabrik mobil mengganti logam dengan plastik untuk bagian-bagian yang
tidak terlalu berbahaya.
3.
Mengurangi ciri-ciri khas produk agar biaya dapat
ditekan. Perusahaan pengecer terbesar di Amerika, Sears, mengatur sejumlah
barangnya sedemikian rupa sehingga harganya bisa bersaing dengan toko-toko yang
biasa menjual dengan potongan harga.
4.
Mengurangi jasa pelayanan, seperti jasa instalasi,
penghantaran barang atau jaminan garansi jangka panjang.
5.
Menggunakan bahan kemasan yang lebih murah atau
memperkenalkan paket dengan kemasan yang lebih besar sehingga jumlah kemasan
per unit produk bisa berkurang.
6.
Mengurangi jumlah ukuran dan model produk.
7.
Menambah merek yang lebih ekonomis. Sebagai contoh,
Jewel Food Stores di Amerika menambahkan 170 produk tanpa merek khusus, yang
dijual dengan harga 10 sampai 30 persen lebih murah daripada merek yang
dipasarkan selama ini.
Tidak
ada cara atau strategi terbaik dan yang selalu berlaku. Misalnya, Quaker Qatz
memasarkan makanan sereal untuk sarapan pagi dengan nama Quaker Qatz Natural.
Jenis produk ini dipasarkan dengan berhasil dan produknya sendiri mengandung
berbagai isi seperti buah amandel dan kismis. Pada masa inflasi tinggi, perusahaan
melihat adanya dua pilihan, yaitu menaikkan harga atau menekan biaya dengan
mengurangi buah amandel dan kismis di dalamnya, atau mencari bahan pengganti
yang lebih murah. Pada awalnya mereka memilih untuk menaikkan harga. Akan
tetapi tingkat elastisitas harga sangat tinggi sehingga jumlah penjualan
merosot tajam. Hal ini memaksa perusahaan untuk mempertimbangkan pilihan kedua,
yaitu : menekan biaya dengan cara mengurangi isi. Tindakan ini sudah disadari
sebelumnya akan membawa resiko yang sangat besar.
2.3.2 Strategi Produk dan Pemasaran di Masa
Normal
Strategi
desain produk di masa normal mengikuti konsep siklus hidup produk. Penjualan
potensial dan kemampuan produk untuk menghasilkan keuntungan akan selalu
berubah sepanjang waktu. Siklus hidup produk ini perlu dibahas sebagai usaha
untuk mengenali tahap-tahap khusus tertentu selama riwayat penjualan suatu
produk. Dalam tahap-tahap tersebut terkandung peluang dan juga persoalan khusus
sehubungan dengan strategi pemasaran serta keuntungan yang diharapkan. Oleh
sebab itu, dengan mengenal tahap di mana produk sedang berada, atau ke mana
produk sedang mengarah, perusahaan dapat menentukan rencana pemasaran yang
lebih baik dan lebih sesuai.
Bila
dikatakan bahwa produk mempunyai suatu siklus hidup, maka hal ini sama dengan
menyatakan empat hal, yaitu :
1.
Setiap produk mempunyai batas umur.
2.
Penjualan produk melewati tahap-tahap yang jelas dan
setiap tahap memberi tantangan yang berbeda kepada si penjual.
3.
Keuntungan yang diperoleh dari penjualan akan meningkat
dan menurun pada tahap yang berbeda dalam siklus hidup produknya.
4.
Produk menuntut strategi yang berbeda dalam hal
pemasaran, keuangan, produksi, personalia, maupun pembelian pada setiap tahap
dalam daur hidup produknya.
2.3.3 Tahap-Tahap Pokok dalam Siklus Hidup
Produk
Kebanyakan
pembahasan mengenai siklus hidup produk (SHP) selalu menggambarkan riwayat
penjualan dengan kurva yang berbentuk seperti terlihat dalam Gambar 2.1. Kurva
ini digambarkan memiliki empat tahapan utama yang biasa disebut dengan tahap
perkenalan, pertumbuhan, kedewasaan dan kemunduran.
1.
Perkenalan (introduction)
: pertumbuhan penjualan lambat karena produk baru saja diperkenalkan kepada
konsumen sedangkan biaya sangat tinggi sehingga produk tidak menghasilkan
keuntungan sama sekali.
2.
Pertumbuhan (growth)
: pasar dengan cepat menerima produk baru sehingga penjualan melonjak dan
menghasilkan keuntungan yang besar.
3.
Kedewasaan (maturity)
: periode di mana pertumbuhan penjualan mulai menurun karena produk sudah bisa
diterima oleh sebagian besar potensial. Jumlah keuntungan mantap, stabil atau
menurun karena meningkatnya biaya pemasaran untuk melawan para pesaing.
4.
Kemunduran (decline)
: dalam periode ini penjualan menurun dengan tajam diikuti dengan menyusutnya
keuntungan.
|
|
|
|
|
Waktu
Gambar
2.1 Siklus Hidup Produk
Keterangan
: (1) = perkenalan, (2) = pertumbuhan, (3) = kedewasaan, (4) = kemunduran
2.3.3.1 Tahap Perkenalan
Tahap
perkenalan dimulai saat produk baru didistribusikan untuk pertama kali sehingga
sudah tersedia di pasar untuk dibeli masyarakat. Dibutuhkan waktu yang lama
untuk mengisi kembali dan mendorongnya pada berbagai pasar. Bisa dimengerti
bila penjualan umumnya tumbuh secara perlahan. Laju pertumbuhan produk itu
rendah karena tertundanya perluasan kapasitas produksi, adanya masalah-masalah
teknis, terlambatnya distribusi produk di tingkat pengecer akhir, keengganan
konsumen untuk mengubah kebiasaan yang sudah mapan, dan seterusnya. Pada produk
baru yang mahal harganya, laju pertumbuhan juga terhambat oleh sedikitnya
konsumen yang mampu membeli.
Jumlah
keuntungan yang diperoleh selama tahap ini sangat sedikit atau bahkan merugi
akibat rendahnya hasil penjualan yang disertai dengan tingginya biaya
distribusi dan promosi. Dana dalam jumlah besar diperlukan untuk menarik para
distributor dan mengisi jalur distribusi.
Jumlah
pesaing masih sedikit dan produk masih versi dasar karena pasar belum
membutuhkan penyempurnaan produk. Perusahaan memusatkan usaha penjualan pada
calon pembeli yang paling siap untuk membeli, yaitu mereka yang berpenghasilan
tinggi karena harga jual cenderung tinggi. Harga jual yang cenderung tinggi
pada tahap ini dikarenakan biaya produksi yang tinggi karena skala produksi
yang masih rendah, persoalan teknologi dalam proses produksi yang belum
sempurna, serta pengambilan marjin laba yang cukup tinggi untuk menutup biaya
promosi.
2.3.3.2 Tahap Pertumbuhan
Melonjaknya
hasil penjualan merupakan tanda berlangsungnya tahap pertumbuhan. Kelompok
pengguna awal yang merupakan pelopor, yang merasa puas dengan produk baru itu,
secara tidak langsung melakukan promosi dari mulut ke mulut sehingga kemudian
diikuti oleh mayoritas konsumen. Peluang keuntungan dan produksi massal telah
memikat banyak pesaing baru (pengikut pasar) untuk ikut terjun ke pasar.
Bertambahnya pesaing akan mendorong meluasnya saluran distribusi. Hal ini harus
diikuti juga dengan membanjirnya produk untuk mengisi saluran distribusi tadi.
Harga
akan tetap stabil atau turun sedikit selama masih sama dengan laju kenaikan
permintaan. Perusahaan-perusahaan mempertahankan anggaran promosinya pada taraf
yang sama atau naik sedikit untuk menghadapi persaingan dan memberi penyuluhan
kepada pasar. Penjualan naik dengan pesat dan dengan demikian akan menurunkan
rasio promosi dengan penjualan.
Pada
tahap ini jumlah keuntungan ikut membubung tinggi yang disebabkan oleh biaya
promosi yang dibebankan pada volume yang jauh lebih besar dan oleh lebih banyak
penurunan biaya poroduk per unit dibandingkan penurunan harga jual. Hal ini
disebabkan adanya dampak kurva pembelajaran (learning curve).
2.3.3.3 Tahap Kedewasaan
Pada
tahap ini, tingkat pertumbuhan penjualan produk mulai menurun dan produk ini
mulai memasuki kedewasaan relatif. Tahap ini biasanya berlangsung lebih lama
dibandingkan tahap-tahap sebelumnya serta menghadapi tantangan berat dalam
manajemen pemasarannya.
Ada tiga taraf dalam tahap
kedewasaan ini. Pada taraf pertama, kedewasaan pertumbuhan (growth maturity) yang dicirikan dengan
tingkat pertumbuhan penjualan yang mulai berkurang karena distribusi yang telah
stabil. Tidak ada lagi saluran distribusi baru yang bisa ditambah, walaupun
beberapa pembeli yang termasuk kelompok pengekor masuk ke pasar. Dalam taraf
kedua, kedewasaan mantap (stable maturity)
yang dicirikan dengan penjualan per kapita menjadi datar karena kejenuhan
pasar. Sebagian besar konsumen potensial telah mencoba produk dan penjualan
yang akan datang tergantung pada pertambahan penduduk dan permintaan
penggantian baru. Pada taraf kedewasaan usang (decaying maturity), nilai penjualan mutlak mulai jatuh dan konsumen
mulai bergerak ke produk lain atau produk substitusi.
Menurunnya
tingkat pertumbuhan penjualan mengakibatkan kelebihan dalam kapasitas industri
yang selanjutnya akan menyebabkan persaingan menjadi sangat ketat dan intensif.
Para pesaing akan lebih sering menurunkan
harga atau obral. Mereka meningkatkan iklan dan berbagai cara untuk memikat
calon pembeli atau penyalur. Anggaran penelitian dan pengembangan ditambah agar
bisa menemukan versi baru dari produk yang lebih sempurna. Segala langkah ini
akan mengakibatkan merosotnya jumlah keuntungan. Beberapa pesaing yang lemah
mulai mengundurkan diri dari arena dan akhirnya secara berangsur-angsur
industri hanya akan terdiri dari perusahaan-perusahaan yang mapan dan yang tujuan
pokoknya adalah memenangkan posisi keunggulan bersaing (competitive advantage). Fase ini merupakan fase terakhir untuk
mulai memperkenalkan produk baru. Oleh karena itu, pengembangan produk baru
harus dimulai selambat-lambatnya pada fase pertama dari tahap kedewasaan.
2.3.3.4 Tahap Kemunduran
Pada
tahap ini hasil penjualan dari hampir semua bentuk produk dan merek telah
menurun. Laju penurunan ini mungkin lambat seperti yang dialami oleh makanan
oatmeal cereal, tetapi bisa juga cepat seperti mobil Holden Kingswood di tahun
1975-1976. Penjualan bisa jatuh sampai ke titik nol, atau hanya membeku pada
tingkat yang rendah dan terus bertahan pada tingkat tersebut sampai
bertahun-tahun.
Alasan
mengapa penjualan bisa jatuh adalah karena perkembangan teknologi, perubahan
selera konsumen atau meningkatnya persaingan di dalam dan luar negeri. Semua
itu mengakibatkan terjadinya kelebihan kapasitas, menghebatnya persaingan harga
dan akhirnya menurunnya keuntungan perusahaan.
Lama
dari setiap tahapan tergantung dari jenis produk, konsumen yang menjadi
sasarannya, maupun kondisi persaingan. Cox, seorang ahli pemasaran,
menyimpulkan bahwa untuk obat bebas (obat yang tidak memerlukan resep dokter)
diperlukan satu bulan untuk tahap perkenalan, enam bulan tahap pertumbuhan, lima belas bulan tahap
kedewasaan, dan tahap kemunduran berlangsung lama sekali karena produsen jarang
mau menghentikan produksinya begitu saja. Secara berkala panjangnya tahapan
harus dilihat kembali. Makin ketatnya persaingan akan mempersingkat SHP dan hal
ini berarti bahwa produk yang bersangkutan menghasilkan keuntungan dalam waktu
yang lebih singkat.
Dalam
era modern sekarang ini, tahapan SHP suatu produk semakin memendek. Hal ini
disebabkan keinginan konsumen yang begitu cepat berubah-ubah. Oleh karena itu,
produsen harus mengantisipasi perubahan keinginan yang cepat ini dengan
mengembangkan produk baru yang dapat memenuhi keinginan konsumen. Pengembangan
produk ini membutuhkan kegiatan riset yang memerlukan biaya yang cukup banyak.
Produsen
harus memahami konsep siklus produk bila ingin tetap dapat bertahan. Dengan
adanya siklus tersebut maka konsentrasi kegiatan pengembangan produk sudah
harus dilakukan ketika produk lama masih berada pada fase pertumbuhan, atau
selambat-lambatnya bila siklus hidup produk lama tersebut masih cukup panjang.
Dengan cara demikian maka pada saat produk lama mengalami kemunduran, produk
baru sudah dapat diperkenalkan dan memberikan konstribusi yang berarti bagi
keuntungan perusahaan.
2.4 Aspek-Aspek Pembentuk Produk
Karena
produk tidak sekedar merupakan output suatu proses produksi, maka kita daspat
memerinci aspek-aspek pembentuk produk menjadi seperti berikut :
Kemampuan untuk digunakan
Utama
Aspek
Fungsional Komponen-komponen
Pendukung
(Assesories)
Kinerja
dari desain komponen
Penjualan
Produk Aspek Pelayanan Pengiriman
Garansi
purna jual
Aspek Harga
Ketiga
aspek tersebut harus diamati dengan cermat oleh produsen dalam upayanya
memenuhi keinginan konsumen, selain untuk memenangkan persaingan dengan
produsen lain.
2.5 Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi
Pengembangan Produk
Dalam
konteks persaingan antar produsen, kita bisa mengidentifikasi faktor-faktor
yang melatarbelakangi timbulnya kegiatan perancangan dan pengembangan produk.
Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
a.
Faktor eksternal, antara lain :
1.
Munculnya produk-produk sejenis dengan berbagai
kelebihannya
2.
Munculnya produk-produk baru yang dapat menggantikan
produk lama (produk substitusi)
3.
Pergeseran keinginan konsumen dan kebosanan terhadap
produk-produk lama
4.
Siklus hidup produk yang cenderung memendek pada masa
modern ini
b.
Faktor internal, yang merupakan keinginan manajemen
untuk :
1.
Memperbaiki kinerja produk
2.
Melakukan diversifikasi produk
3.
Mempertahankan segmen dan pangsa pasar baru
4.
Memanfaatkan sumber daya manusia (karyawan, tenaga
ahli) yang kemampuan semakin bertambah karena proses pembelajaran yang telah
dialaminya
5.
Menjaga kelangsungan hidup (keuntungan finansial)
perusahaan
2.6 Pendekatan dalam Pengembangan Produk
Ada 2 (dua) pendekatan
dalam pengembangan produk, yaitu pendekatan sequential
dan pendekatan concurrent. Pendekatan
sequential atau biasa disebut pendekatan secara tradisional pada umumnya
dimulai dari tahap pengidentifikasian kebutuhan pasar yang kemudian akan
diikuti dengan tahapan desain yang meliputi aktivitas pengidentifikasian
spesifikasi produk berdasarkan kebutuhan customer yang dinyatakan pada tahap
sebelumnya, perancangan konsep produk dan perancangan secara detail. Sesudah
itu tahapan akan dilanjutkan dengan tahapan untuk mewujudkan rancangan produk
yang telah dibuat dalam bentuk prototipe untuk mengevaluasi apakah rancangan
sudah bekerja atau menunjukkan performance
yang sesuai dengan keinginan customer. Setelah rancangan dapat berfungsi sesuai
dengan yang diharapkan konsumen maka perancangan proses dan sistem
manufacturing dari produk dapat dilakukan dan diimplementasikan untuk dapat
memproduksi rancangan tersebut. Terkadang pembuatan prototipe dari hasil proses
manufacturing dipergunakan untuk memastikan bahwa produk dapat diproduksi
melalui proses manufacturing yang telah dibuat.
Produk
yang telah selesai diproduksi kemudian didistribusikan ke pasar atau ke
customer yang nantinya akan menggunakan produk tersebut, memelihara dan terus
melakukan perbaikan sampai produk tersebut tidak dapat dipergunakan lagi.
Keseluruhan tahapan atau life cycle
diakhiri dengan penggunaan kembali, recyling,
atau penghancuran dari produk tersebut.
Beberapa
umpan balik berupa informasi dapat muncul alam setiap tahapan pengembangan.
Seperti umpan balik internal perusahaan untuk perbaikan fungsi dari produk,
misalnya dengan menggunakan hasil uji prototipe untuk memperbaiki konsep
rancangan.
Tahapan
selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut. Pendekatan sequential hanya
memungkinkan suatu tahapan dapat dijalankan bila tahapan sebelumnya sudah
diselesaikan. Hal ini terkadang menyebabkan diperlukan waktu yang cukup lama
untuk melakukan umpan balik dalam rangka mendapatkan solusi dan akhirnya hal
ini akan berdampak pada panjangnya waktu dari saat produk dirancang sampai
diterima oleh customer, atau disebut juga Time
to Market.
Pendekatan
concurrent dalam pengembangan produk berusaha merancang suatu produk dan
melakukan proses manufakturnya secara bersamaan dengan harapan dapat
mengantisipasi pesatnya persaingan dan semakin pendeknya siklus hidup produk.
Pada
gambar di atas dapat dilihat berbagai tahapan yang terdapat dalam pengembangan
produk dilihat dari pendekatan concurrent. Pada pendekatan concurrent, fungsi
atau tahapan yang terdapat pada pendekatan sequential juga masih dipergunakan.
Proses juga dimulai dari tahap identifikasi kebutuhan pasar. Perbedaannya
adalah perlu adanya beberapa fungsi yang secara paralel dilaksanakan dengan
fungsi yang lain. Teknik Quality Function
Deployment (QFD) dapat digunakan untuk menentukan spesifikasi produk.
Sedangkan untuk memvertifikasi fungsi, kemampuan untuk diproduksi, dan kegunaan
dari produk, dapat dilakukan dengan menggunakan teknik Rapid Prototyping. Jika aspek lingkungan menjadi salah satu
pertimbangan maka proses bersih (Clean
Processes) dapat digunakan pada tahap desain. Setelah melalui proses CPPD maka
produk akan diproduksi dan didistribusikan. Metode ini mencoba untuk
mempertimbangkan berbagai aspek yang terdapat dalam keseluruhan life cycle produk dalam tahap desain.
Karena kebanyakan dari pengembangan fungsi produk dilakukan secara bersamaan (concurrently) maka Time to Market akan lebih singkat daripada bila menggunakan
pendekatan sequential.
2.7 Quality Function Deployment
Dalam
konteks pemuasan kebuthan pelanggan maka kita mengenal konsep Quality Function
Deployment (QFD). Konsep QFD dikembangkan untuk menjamin bahwa produk yang
memasuki tahap produksi benar-benar akan dapat memuaskan kebutuhan pelanggan
dengan jalan membentuk tingkat kualitas yang diperlukan dan dengan kesesuaian
yang maksimum, pada setiap tahap pengembangan produk.
QFD
dikembangkan pertama kali di Jepang oleh Mitshubishi Kobe Shipyard pada tahun
1972, yang kemudian diadopsi oleh Toyota Ford Motor Company dan Xerox membawa
konsep ini ke Amerika Serikat pada tahun 1986. Semenjak itu QFD banyak
diterapkan oleh perusahaan-perusahaan Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.
Perusahaan-perusahaan besar seperti Procter & Gambler, General Motors,
Digital Equipment Corporation, Hewlett Packard, dan AT & T, kini
menggunakan konsep ini untuk memperbaiki komunikasi, pengembangan produk itu
telah dihasilkan dengan sempurna, bila mereka tidak menginginkan atau
membutuhkannya.
Penerapan
QFD dapat mengurangi waktu desain sebesar 40% dan biaya desain sebesar 60%
secara bersamaan dengan kualitas desain yang tetap dipertahankan dan
ditingkatkannya. QFD berperan besar dalam meningkatkan kerja sama tim
interfungsional yang terdiri dari anggota-anggota departeman pemasaran, riset
dan pengembangan, pemanufakturan, dan penjualan untuk berfokus pada
pengembangan produk. Selain itu, ada manfaat yang dapat diperoleh dari QFD bagi
perusahaan yang berusaha meningkatkan daya saingnya melalui perbaikan kualitas
dan produktivitasnya secara berkesinambungan.
2.8 Tahapan Implementasi QFD
Implementasi
QFD mempunyai beberapa fase, di mana seluruh kegiatan yang dilakukan pada
masing-masing fase dapat diterapkan seperti layaknya suatu proyek. Secara garis
besar implementasi QFD terdiri dari 3 fase utama yang sebelumnya didahului oleh
fase perencanaan dan persiapan. Ketiga fase utama tersebut adalah :
1.
Tahap pengumpulan Suara Pelanggan, Voice of Customer (VOC)
2.
Tahap penyusunan Rumah Kualitas, House of Quality (HOQ)
3.
Tahap analisis dan interprestasi
2.8.1 Tahapan Perencanaan dan Persiapan
Fase
ini merupakan tahap persiapan dalam melakukan dan mengimplementasikan QFD.
Topik kuncinya meliputi hal-hal sebagai berikut :
1.
Menetapkan dukungan yang bersifat organisasi :
a.
Dukungan manajemen
b.
Dukungan fungsional
c.
Dukungan teknikal QFD
2.
Menentukan tujuan-tujuan
QFD memberikan serangkaian keuntungan yang mungkin diperoleh bagi tim
yang terlibat. Berikut ini keuntungan yang mungkin diberikan :
a.
Dapat mengerti kebutuhan dan keinginan pelanggan
b.
Menentukan tujuan-tujuan kualitas dan bisnis untuk
produk atau jasa tersebut
c.
Menghasilkan urutan dari kemampuan produk
d.
Mengembangkan visi tim secara umum dari suatu produk
atau jasa
e.
Mendokumentasikan seluruh keputusan dan asumsi-asumsi
tentang proyek ini secara ringkas (dalam bentuk Rumah Kualitas)
f.
Meminimasi resiko pengulangan di tengah proyek.
Keuntungan ini didapat dari tersedianya informasi terbaru di tengah
pengembangan produk yang dapat ditambahkan dari Rumah Kualitas atau matrik QFD
lainnya.
g.
Mempercepat perancangan produk. Walaupun QFD tampak
menghabiskan waktu, sebagian besar kelompok menemukan bahwa perencanaan produk
menjadi lebih cepat, lebih lengkap dan lebih efisien jika menggunakan struktur
rumah kualitas.
3.
Memutuskan siapa pelanggan yang sebenarnya dituju :
a.
Definisi yang jelas tentang pelanggan
b.
Mengidentifikasi semua pelanggan yang mungkin dengan
affinity diagram
c.
Identifikasi pelanggan kunci
d.
Memutuskan horizon waktunya
e.
Memutuskan cakupan produk
f.
Memutuskan tim dan hubungannya dengan organisasi
g.
Membuat jadwal pelaksanaan QFD
Dalam
membuat jadwal (schedule) untuk
implementasi QFD, ada beberapa hal yang perlu diingat, yaitu bahwa QFD
membutuhkan waktu, QFD dapat dipersingkat, dan QFD harus berupa aktivitas yang
dapat diatur seperti halnya suatu proyek.
2.8.2 Mengumpulkan Suara Pelanggan
Pada tahap ini akan dilakukan survai
untuk memperoleh suara pelanggan yang tentu akan memakan waktu dan membutuhkan
keterampilan mendengarkan. Proses QFD membutuhkan data pelanggan yang ditulis
sebagai atribut-atribut dari produk atau service. Atribut-atribut atau
kebutuhan-kebutuhan ini merupakan keuntungan potensial yang dapat diterima
pelanggan dari produk atau servicenya. Setiap atribut mempunyai beberapa data
numerik yang berkaitan dengan kepentingan relatif atribut bagi pelanggan, dan
tingkat performansi kepuasan pelanggan dari produk yang mirip berdasarkan
atribut tersebut. Kita biasanya menyebut atribut ini sebagai data kualitatif dan
informasi numerik tiap atribut sebagai data kuantitatif seperti tampak pada
gambar di bawah ini :
Gambar
2.5 Data Kualitatif dan Kuantitatif HOQ
Prosedur
umum dalam pemerolehan suara pelanggan adalah :
1.
Menentukan atribut-atribut pelanggan (data kualitatif)
dan kemudian
2.
Mengukur atribut-atribut (data kuantitatif)
Data
kualitatif secara umum diperoleh dari pembicaraan dan observasi dengan
pelanggan sementara data kuantitatif diperoleh dari survai atau penarikan suara
customer (pelling).
2.8.3 Affinity Diagram
Dalam
proses QFD, kebutuhan-kebutuhan tersebut diatur dalam diagram afinitas (affinity diagram). Affinity diagram
digunakan untuk mengumpulkan data, mengorganisasikan fakta, opini dan ide. Alat
ini merangsang kreativitas yang mendorong ekspresi bebas dari fakta dan opini,
dan kemudian berusaha mengelompokkan elemen-elemen informasi tersebut sesuai
dengan kesamaan / pertaliannya. Konstruksi diagram afinitas membutuhkan bentuk
brainstroming dengan hasil yang berupa sebuah grafik.
Tujuh
langkah yang biasanya dilakukan dalam proses pengembangan diagram afinitas
adalah :
1.
Pilih tema atau tujuan yang mungkin ditekankan sebagai
masalah atau kesempatan.
2.
Kumpulkan data naratif (true customer needs).
3.
Transfer data naratif ke dalam kartu-kartu.
4.
Susun kartu-kartu tersebut ke dalam kelompok-kelompok
yang logis.
5.
Beri nama / label kelompok-kelompok kartu sesuaio
dengan ciri dari tema atau tujuannya. Pengelompokan ini bisa dilakukan oleh
beberapa customer atau oleh seorang ahli yang mengerti permasalahannya.
6.
Gambar diagram afinitas.
7.
Presentasikan hasilnya.
2.8.4 Kuantifikasi Data
Sekali
diagram afinitas telah terbentuk berarti sudah siap untuk mengkuantifikasi
data. Data yang dibutuhkan untuk QFD adalah :
1.
Kepentingan relatif dari kebutuhan-kebutuhan tersebut.
2.
Tingkat performansi kepuasan pelanggan untuk masing-masing
kebutuhan.
3.
Tingkat kompetisi performansi kepuasan pelanggan untuk
masing-masing kebutuhan.
Secara
umum data ini diperoleh dari survai. Oleh sebab itu, beberapa hal perlu
diperhatikan, yaitu :
1.
Pemilihan sampel yang tepat dan ukuran sampel
2.
Menjamin respons yang memadai
3.
Menuliskan pertanyaan-pertanyaan survai untuk
menghindari kekeliruan
4.
Analisis hasil-hasilnya
Pengumpulan
data kuantitatif ini merupakan tahap matriks perencanaan QFD karena di sini
akan dicari tahu bagaimana customer melakukan prioritas. Matriks perencanaan
biasanya terdiri dari tujuh tipe data yang berbeda, yang masing-masing akan
digambarkan secara berbeda. Ketujuh data tersebut adalah :
1.
Kepentingan customer (importance to customer)
2.
Performansi kepuasan customer untuk produk yang ada
pada saat ini (customer satisfication
performance)
3.
Performansi kepuasan bersaing (competitive satisfication performance)
4.
Sasaran (goal)
yang ingin dicapai oleh tim rasio perbaikan (improvement ratio)
5.
Titik penjualan (sales
point)
6.
Pembobotan (raw
weight)
7.
Normalisasi pembobotan (normalized raw weight)
Namun
dalam praktiknya tidak semua tipa data ini diterapkan karena hal itu sangat
tergantung pada kebutuhan dan kondisi pengembangan.
2.8.4.1 Importance to Customer
Kolom
ini merupakan tempat untuk merekam bagaimana tingkat kepentingan masing-masing
kebutuhan bagi customer. Dalam beberapa buku QFD kolom ini seringkali
diletakkan persis di sebelah data kebutuhan customer. Ada 3 tipe data kepentingan yang biasanya
digunakan, yaitu tingkat kepentingan absolut (absolute importance), tingkat kepentingan relatif (relative importance) dan tingkat
kepentingan ordinal (ordinal importance).
Absolute Importance
Tingkat
kepentingan ini biasanya dipilih dan diseleksi skala kepentingan di mana
titik-titik pada skala telah diketahui dalam range dari 3 sampai 10. Namun
demikian, umumnya digunakan 5 skal, seperti pada contoh berikut :
1.
Tidak penting sama sekali bagi customer
2.
Kurang penting bagi customer
3.
Cukup penting bagi customer
4.
Sangat penting bagi customer
5.
Paling penting bagi customer
Kelemahan
dari tingkat kepentingan ini adalah bahwa customer cenderung rata-rata semuanya
penting.
Relative Importance
Tingkat
kepentingan ini merefleksikan bahwa satu kebutuhan dua kali lebih penting
dibanding kebutuhan lainnya bagi customre. Nilai kepentingan ini biasanya dalam
skala 100 atau dalam suatu skala persentase. Skala 100 mengindikasikan tingkat
kepentingan yang setinggi mungkin bagi customer. Tingkat kepentingan ini
seringkali disebut skala ratio, di mana customer diminta untuk membandingkan
suatu atribut dengan atribut lainnya dan menentukan tingkat kepentingannya.
Teknik
ini diperluas dalam bentuk pasangan yang biasa disebut Constant Sum Paired Comparisons, di mana
responden diminta untuk menilai seberapa penting satu data dibandingkan data
lainnya untuk semua data kebutuhan dalam suatu matriks perbandingan berpasangan
(pairwise comparison). Matriks ini
kemudian diproses dengan menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process Method). Hasil AHP ini adalah bobot
untuk tiap data kebutuhan customer yang mengindikasikan kepentingan relatif
dari kebutuhan. Kelemahan dari metode ini adalah bahwa keputusan cenderung
tidak konsisten. Karena tidak ada yang mencegah responden untuk menyatakan
bahwa :
A.
Lebih penting dari B
B.
Lebih penting dari C
C.
Lebih penting dari A
Kondisi
ini tidaklah mudah dihindari saat survai. Walaupun demikian, proses survai ini
dapat dilaksanakan jika ada jaminan bahwa keputusan yang tidak konsisten di
atas tidak akan terjadi.
Ordinal Importance
Tingkat
kepentingan ini meminta responden untuk mengurutkan data sehingga jika
dibandingkan dengan metode perbandingan berpasangan mempunyai kelebihan dalam
hal kekonsistenan dalam membuat keputusan. Namun, kerugian dari proses ini
adalah ketidakpraktisannya. Contoh jika survai lewat telepon dilakukan,
responden akan mengalami kesulitan dalam memvisualisasi atribut yang lebih dari
tujuh. Selain itu, skala kepentingan ordinal jika dikalikan dengan nilai
lainnya dalam matriks perencanaan, cenderung membuat raw weight terbesar menjadi sangat besar jika dibandingkan raw weight yang lebih rendah. Hal itu
akan membuat tim lebih menekankan kebutuhan customre yang paling penting
dibandingkan yang tidak penting.
2.8.4.2 Customer Satisfaction Performance
Ini
merupakan persepsi customer tentang seberapa baik produk yang ada saat ini
dalam memenuhi kebutuhannya. Maksud dari produk yang ada saat ini adalah produk
/ jasa yang kita rencanakan untuk dikembangkan.
Metode
yang umum digunakan dalam menaksir nilai ini adalah dengan menanyai customer,
seberapa baik ia merasakan produk / jasa perusahaan dalam memenuhi setiap
kebutuhan. Untuk perancangan produk yang baru sama sekali (belum pernah
diluncurkan), data ini tidak dibahas lebih lanjut.
2.8.4.3 Competitive Satisfaction
Performance
Agar
kompetitif, tim harus mengerti kompetitornya. Banyak tim yang tidak mempelajari
pesaingnya dengan baik, karena memang lebih sulit untuk menjangkau customer
pesaing dibandingkan menjangkau customernya sendiri.
QFD
sendiri menyediakan rekaman kekuatan dan kelemahan pesaing dalam dua level
kepentingan. Yang pertama pada Customer
Needs pada Competitive Satisfactiopn
Performance, dan yang kedua adalah pada respons teknis (SQC) pada benchmarking.
Kadang-kadang
data ini digambarkan dalam bentuk grafik dan dibandingkan dengan Customer Satisfaction Performance. Namun
seringkali lebih sulit untuk membaca grafik dibandingkan dengan membaca angka.
2.8.4.4 Goal
Pada
kolom ini telah diputuskan apa level dari Customer Performance yang ingin
dicapai guna memenuhi setiap kebutuhan customer. Goal ini biasanya dinyatakan
dalam bentuk skala numerik yang sama dengan tingkat performansi.
Kita
perlu menentukan goal ini jika ada keterbatasan dalam sumber daya. Namun jika
tidak ada masalah dengan sumber daya maka tim dapat mencapai semua aspek dari
produk / jasa hingga sesempurna mungkin.
2.8.4.5 Importance Ratio
Bila
goal dikombinasikan dengan rating produk yang sudah ada maka akan dapat
digunakan untuk menentukan Improvement Ratio.
= Improvement Ratio
2.8.4.6 Sales Point
Data
ini berisi informasi tentang kemampuan dalam menjual produk atau jasa,
didasarkan pada seberapa baik tiap kebutuhan customer terpenuhi. Nilai yang
paling umum digunakan pada sales point adalah :
1.
Tanpa titik penjualan
2.
Titik penjualan menengah
3.
Titik penjualan kuat
Data
ini penting karena umumnya produk yang memiliki karakteristik yang dapat
memenuhi kebutuhan customer tidak selalu berada dalam titik penjualan yang
tinggi. Seberapa kuat titik penjualan tergantung pada bagaimana customer
membandingkan kompetisi dan seberapa penting atribut tersebut bagi customer
agar produk melakukan pengecualian pada atribut tersebut. Saat sales point
diisi, tim mungkin tidak punya ide apa jadinya desain mereka, atau bagaimana
mereka memenuhi kebutuhan customer yang spesifik. Satu cara untuk memanfaatkan
kekuatan QFD adalah dengan menetapkan goal secara agresif dalam kolom goal yang
membawa keuntungan kompetitif, dan kemudian menghubungkan nilai sales point
dengan goal tersebut. Hal ini memungkinkan proses QFD mencatat bagian dari
desain yang membutuhkan pemikiran guna merealisasikan keuntungan tersebut.
2.8.5 Fungsi-fungsi Produk (Product
Functions)
Pendekatan
yang berbeda dalam mendefenisikan SQC adalah menempatkan fungsi-fungsi produk
atau proses sepanjang atap House ofm Quality. Penggunaan fungsi ini jadi tepat
jika ada ukuran performasi berada dalam kondisi berikut.
1. Konsep
produk telah ditetapkan. Banyak versi suatu produk yang sukses sesudah ada
dilapangan dan QFD digunakan untuk meningkatkan penawaran sebelumnya.
2. Tim
pengembsng kekurangan waktu atau ketertarikan untuk mengembangkan da
memprioritaskan ukuran-ukuran performansi. Karena prioritasisasi dari
ukuran-ukuran performansi tidak mendefinisikan sifat-sifat produk (product’s
feature), proses QFD harus digunakan sekurang-kurangnya sekaliuntuk
menerjemahkan ukuran-ukuran performansi yang diprioritaskn menjadi sifat-sifat
yang diprioritaskan. Langkah ekstra ini banyak menghabiskan waktu dan tidak
selalu berguna.
3. Untuk
beberapa tim, ukuran ini mungkin hanya memasuki cara apa yang mereka lihat
seperti pekerjaan mereka. Saat menerjemahkan customer needs secara langsung
kedalam fungsi-fungsi yang menurunkan kesempatan pemecahan ide, tim yang tidak
biasa menggunakan ukuran-ukuran performansi mungkin lebih baik melakukan suatu
translasi.
2.9 Rumah Kualitas (House Of Quality)
Penerapan metodelogi QFD dalam
proses perancangan produk diawali dengan pembentukan matriks perencanaan
produk, atau sering disebut sebagai House of Quality (HOQ). Gambar 2.6 menunjukkan
bentuk umum matriks perencanaan produk atau rumah kualitas. Dalam gambar
dibawah ini menggunakan symbol A sampai F yang menunjukkan urutan pengisian
bagian-bagian dari matriks perencanaan produk tersebut.
E
Technical
Corelation
|
Gambar 2.6 House of
Quality (HOQ)
Bagian A :
Ruang pertama
HOQ adalah kebutuhan atau keinginan pelanggan (Customer Needs and Benefist).
Fase ini menggunakan proses diagram
afinitas dan kemudian disusun secara hierarkidengan tingkat kebutuhan paling
rendah hingga tingkat yang paling tinggi. Kebanyakan tim pengembang
mengumpulkan “suara pelanggan” (vois of the customer) melalui
interview/wawancara dan kemudian disusun secara hierarki. Kegagalan dalam
memaksimumkan keterlibatan pelanggan dalam fase ini, sering menimbulkan salah
pengertian antara pelanggan dan tim pengembang. Ketika tim pengembang produk tidak
mengerti keinginan pelanggan dengan baik, maka aktivitas perencanaan produk
akan mengalami kesulitan, sehingga perencanaan produk berjalan lambat (Cohen.
L., 1995).
Bagian B :
Planning matrix
merupsksn bagian kedua dari HOQ dan disebut sebagai tempat penentuan
sasaran/tujuan produk, didasarkan pada interprestasi tim terhadap data riset
pasar. Penetapan sasaran/tujuan merupakan gabungan antara prioritas-prioritas
kebutuhan pelanggan. Hal ini merupakan tahap penting dalam perencanaan produk
(Cohen. L., 1995).
Planning Matrix
berisi tiga tipe informasi penting :
1.
Data kuantitatip pasar, yang menunjukkan
hubungan antara tingkat kepentingan kebutuhan dan keinginan pelanggan dan
tingkat kepuasan pelanggan dengan perusahaan dan tingkat persaingan.
2.
Penetapan tujuan/sasaran untuk jenis
produk/jasa baru.
3.
Perhitungan tingkat rengking (rank
order) keinginan dan kebutuhan pelanggan.
Satu
alasan untuk mengisi Planning Matrix segerah setelah Customer Needs/Benefits
selesai setelah karena Customer Needs merupakan prioritas, tim QFD boleh
memilih untuk membatasi analisa hanya untuk tingkat krnutuhsn pelanggan yang
tertinggi. Pertimbangan hal ini adalah mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan QFD. Jika Planning Matrix ditundah sampai beberapa waktu setelah bagian
Relationship terisi, maka tim tidak akan membuat batasan analisa, karena tidakm
mengetahui Customer Needs mana yang paling penting bagi mereka. Tetapi beberapa
praktis mengerjakan Technical Responses dan bahkan menentukan Relatinship
sebelum mengerjakan Planning Matrix. Keuntungan dari acara ini adalah tim akan
lebih familiar dengan kebutuhan pelanggan.
Bagian C :
Bagian ketiga
dari HOQ adalah Technical Rospense, merupakan gambaran produk atau jasa yang
akan dikembangkan. Biasanya gambaran tersebut diturunkan dari Customer Needs
dibagian pertama HOQ. Terdapat bebrapa infor masi yang didapat di Technical
Response, alternative yang paling umum adalah :
1. Top-level solution endervendent
mesurument or metrics
2. Product or service requirements (kebutuhan produk/jasa)
3. Product or service features or
capabilities (kemampuan
atau fungsi produk atau jasa).
Imformasi apapun
yang dipilih, disebut sebagai substitute
Quality Characteristic (SQC).
Jika Customer Needs/Benefits mewakili suara pelanggan (voice of Customer) maka SQC mewakili suara pengembang (voice of develover).
Dengan
menempatkan kedua suara tersebut dikiri dan atas matriks maka dapat dievaluasi
hubungan keduanyasecara sistematis. SQC dapat disusun secara hierarki melalui
proses Diagram Afinitas (Affinity Diagrams), diikuti dengan proses diagram
pohon (Tree Diagrams). Proses hierarki memberikan beberapa kebebasan kepada tim
untuk menyusun analisis mereka pada tingkat tinggi atau rendah dengan detail
melalui pemilihan tingkat hierarki primerm, sekunder dan tersier.
2.10Tudi
Kasus Pengembangn Qfd
1.
Nama Proyek : Pengembangan Produk Meja
Tulis Dan Komputer
2.
Tujuan Rancangan Produk :
a. Mendesain
meja tulis dan computer yang hemat tempat dan praktis.
b. Meja
itu memudahkan pelaksanaan aktivitas menulis dan berkomputer.
c. Meja
itu memiliki tempat untuk keyboard, monitor, tempat meletakan buku, peralatan
tulis, kertas, dan lain sebagainya.
d. Meja
itu melindungi peralatan computer dari debu dan tetesan air hujan.
3.
Pengelompokan dan penyusunan tujuan
berdasarkan hierarki :
a. Level
1 : Meja tulis dan computer yang hemat tempat/praktis.
b. Level
2 : Mengurangi pemakaian dua meja sekaligus.
c. Level
3 :
1) Menggabungkan
aktivitas penulis dan berkomputer dengan baik.
2) Meja
secara kompak menampung peralatan kedua aktivitas.
d. Level
4 :
1) Melindungi
semua perlengkapan computer.
2) Memiliki
tempat untuk semua perlengkapan menulis.
3) Member
kenyamanan dan kemudahan untuk melakukan keduanya.
4) Memiliki
memori penyimpanan dering dan mengatur volume.
e. Level
5 :
1) Ada
tempat untuk keyboard, monitor dan lain-lain yang tertutup.
2) Tersedia
ruangan yang cukup luas untuk gerakan tangan.
3) Menimasi
gerakan untuk perpindahan aktivitas.
4) Menulis
dan berkomputer tidak saling ganggu.
2.11
Langkah-Langkah Pembuatan Qfd
2.11.1
Identifikasi
Konsumen : Pengguna Aktif Komputer
Penggunaan
komputer saat ini sangat umum. Penggunaan tidak hanya terbatas didunia kerja,
tetapi juga pelajar dan mahasiswa. Dengan perkembangan seperti ini, peralatan
pendukung computer menciptakan pasarnya sendiri, seperti meja yang khusus
didesain (dan berfungsi) memberikan kemudahan dalam berkomputer. Meja ini
biasanya dilengkapi dengan laci keyboard (sehingga memudahkan aktivitas
mengetik), tempat khusus CPU dan diatasnya ada tempat monitor (terkadang
speaker dan printer). Dalam suatu ruang (baik kamar kerja maupun kamar belajar)
sering kali harus terdapat dua meja (meja tulis dan komputer) yang
mengakibatkan ruangan kamar menjadi lebih sempit.
2.11.2
Menentukan
Kebutuhan Konsumen
1.
Performasi Fungsional :
a. Penggunaan
1)
Variasi
arah pandang
Bermacam
arah pandang pengguna. Untuk menghindari kejenuhan dan kelelahan akibat
beraktivitas terlalu lama, pemakai computer sering meletakkan monitornya pada
arah pandang dan posisi yang beraneka ragam
(dikiri, depan, kanan, tinggi, rendah, dan lain sebagainya).
2)
Kejelasan
visual
Jarak
maksimum dimana pemakai masih dapat melihat detail terkecil pada monitor. Hal
ini dipengaruhi oleh medium atau bendah tembus pandang yang berada diantara
pemakai dan monitor (misalnya jenis pelindung radiasi monitor dan kaca).
3)
Pergantian
arah pandang
Kemudahan
pengguna dalam mengganti arah pandang dari monitor kekertas kerja (dari
menggunakan computer keaktivitas menulis) dan sebaliknya. Hal ini dapat
diterjemahkan sebagai banyaknya elemen gerakan yang diperlukan dari posisi awal
keposisi akhir.
4)
Pedrawatan
komponen komputer
Meja
mampu memberikan kemudahan dalam perawat komputer, seperti untuk membersihkan
debu pada monitor, melindungi komputer dari serangga-serangga kecil agar tidak
bersarang didalamnya, tetesan air hujan dan lain sebagainya.
b.
Bentuk dan ukuran
1) Sesuai kebutuhan komputer
Adanya tempat khusus untuk monitor,
keyboard, mouse, dan lain-lainya yang tidak saling menghalangi.
2)
Sesuai
kebutuhan menulis
Ada
tempat untuk menaruh kertas, tempat alat-alat tulis, permukaan yang rata(tidak
miring atau berlekuk-lekuk0, dan tangan dapat bergerak dengan leluasa.
3)
Tidak
mudah lelah
Meja
tidak menyebabkan pemakai menjadi cepat lelah (dari segi postur tubuh ketika
bekerja di meja/ gerakan-gerakan aktivitas).
4)
Kompak
Meja
dapat menampung semua benda-benda yang ada padanya dengan kebutuhan
ruang/volume total yang minimum.
2.
Integrasi struktural
a. Tahan
lama : Meja dibuat dari bahan yang kuat menahan beban peralatan yang akan
diletakkan diatasnya dalam waktu yang lama.
b. Keterbatasan
ruang : Tidak menghalangi dan mengganggu.
2.11.3
Identifikasi
Konsumen : pengguna Aktif Komputer
Meja tidak banyak
memintah ruang tetapi tetap menjaga fungsinya sebagai tempat yang cukup layak
digunakan sebagai meja tulis dan meja komputer sekaligus.
1.
Lepas/pasang komponen
Sebagi tempat meletakkan peralatan
komputer, meja tersebut tidak sampai mengganggu pemasangan (dan pelepasan)
kabel-kabel konektor.
2.
Kegiatan berkomputer
Meja memberikan kemudahan untuk
menghidupkan atau mematikan, memasukkan dan mengeluarkan disket CD-RUM,
meng-atur warna kekontrasan monitor, dan lain sebagainya.
3.
Penampilan
a. Keindahan
bentuk
Bentuk meja sesuai dengan fungsinya sebagai
tempat komputer (baca peralatan canggih. Harus member kesan artistic sekaligus
hi-tech).
b.Warna
popular
salah satu konsumen yang dituju adalah
kalangan pelajar dan mahasiswa, meja sebaiknya menghindari warna-warna
konvensional seperti coklat antic atau hitam, tetapi menggunakan warna-warna
cerah. Warna putih gading dianggap cukup baik karena sama dengan warna komputer
umumnya.
4. Waktu
Proses desain akan membutuhkan waktu
dua bulan dan diharapkan akan dapat dipasarkan dalam waktu empat bulan.
Maaf sebelumnya....
BalasHapusMohon ijin copas utk tambahan bahan ajar kuliah...
Tolong sumber/ referensinya dari buku apa?.....
Terima kasih dan salam sukses